Penulis Milenial dan Upaya Melawan "Mati Kutu" Industri Buku

Kompas.com - 01/02/2019, 19:40 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

 

KOMPAS.com - Penulis dari generasi milenial diharapkan mampu menjadi motor kebangkitan industri buku tanah air yang nyaris 'mati kutu' atau tidak berdaya menghadapi perubahan era teknologi yang sedemikian cepat.

Penulis muda tidak saja dianggap memahami konteks dan konten penulisan buku untuk segmen pasar terbesar saat ini, generasi milenial, namun juga dipandang memiliki pendekatan baru yang merubah paradigma industri buku itu sendiri dari hulu hingga hilir.

Hal ini mengemuka dalam diskusi bulanan komunitas penulis Penerbit Buku Kompas (PBK) yang diadakan di Gedung Kompas, Jakarta (31/1/2019).

Acara diskusi mengangkat tema "Melihat Pasar, Menangkap Peluang Penerbitan Buku" dan menghadirkan narasumber; Eko Prabowo (Manajer Marketing Produk Kompas), Pangestuningsih (CEO Penerbit Noura Mizan), Marcella FP (Penulis Kepustakaan Populer Gramedia) dan Didi Kuartanada (Penulis) selaku moderator acara.

Tidak hanya tuangkan ide

Marcella, penulis yang mewakili generasi milenial ini menceritakan pengalaman proses kreatif buku terbarunya "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini" (NKCTHI).

Baca juga: Pesan Persaudaraan dalam Buku Ekonomi Keumatan The Maruf Amin Way

Buku NKCTHI ini menorehkan prestasi luar biasa; dalam waktu 1 menit buku ini telah laku terjual sebanyak 1.000 buku padahal buku tersebut masih dalam tahap pre-order alias belum naik cetak sama sekali. Pre-order ke-2, buku ini mencatat penjualan 6 ribu buku dalam hitungan 7 menit!

Tidak terhenti di situ, buku NKCTHI sudah masuk cetakan ke-3 bahkan sebelum buku itu dirilis resmi dan mencatatkan penjualan sebanyak 50 ribu (cetakan ke-12) dalam waktu kurang dari 1 bulan setelah NKCTHI resmi dirilis.

Lulusan Universitas Bina Nusantara ini memberikan arti baru terhadap kata 'penulis' dalam industri buku di era milenial ini.

"Dulu, penulis hanya fokus memikirkan ide, menulis dan menyerahkan kepada penerbit setelah itu selesai. Saya justru melibatkan diri dalam seluruh proses mulai dari riset materi apa yang ingin dibaca pembaca, proses penulisan, membangun kedekatan dengan pembaca melalui media sosial, hingga ke proses marketing dan bahkan distribusi," cerita Checel, panggilan akrab Marcella.

Di awal proses kreatif, Marcella telah membangun ikatan dengan calon pembaca melalui media sosial untuk mengetahui secara pasti konten apa yang akan menarik minat bukunya nanti. "Sebelum menulis, saya sudah tahu betul siapa segmen pembaca saya dan berapa banyak kira-kira buku saya nanti akan diserap oleh pasar," lanjutnya.

Dekat dengan dunia milenial

Mengangkat persoalan-persoalan yang dekat dengan generasi milenial juga menjadi salah satu resep dalam menggaet pasar terbesar saat ini.

"Ada 3 faktor buku bisa diterima pasar saat ini; Pertama 'ringan'. Ringan bukan berarti tidak mendalam namun mudah untuk dicerna. Kedua, kemasan atau packaging saat ini adalah segalanya saat ini dan yang terakhir adalah buku itu tentang 'saya'," jelas Eko Prabowo (Manajer Marketing Produk Kompas).

Dari 35 buku paling laris di Kompas Gramedia, tambah Eko, adalah buku-buku yang dekat dengan keseharian dan generasi milenial. "Ada satu buku resep masak, sangat laris meski bukan ditulis oleh seorang chef. Hanya oleh Ibu Rumah Tangga biasa, namun memiliki banyak follower di akun media sosialnya," ujar Eko.

Hal senada disampaikan Pangestuningsih (CEO Penerbit Noura Mizan). "Fenome 'jastip' (jasa titip) acara pameran buku BWW (Big Bad Wolf) menarik untuk dicermati. Tiap buku punya komunitasnya masing-masing," ujarnya.

Ia menceritakan, ada satu buku parenting yang mampu terjual hingga 11 ribu buku melalui jalur 'jastip' lewat grup-grup WhatsApp komunitas parenting.

"Buku 'Dilan' terbitan Grup Mizan yang laris sebenarnya merupakan cerita era 90-an yang dibuat dengan pendekatan milenial," lanjut Pangestuningsih.

Tanggungjawab menjaga peradaban

Terkait hal itu Eko Prabowo menyampaikan perlunya untuk melakukan perombakan dalam cara produksi industri buku. Era informasi memudahkan penulis untuk mematangkan ide tulisannya sehingga menghasilkan buku yang memang dibutuhkan dan diterima pasar.

Namun demikian, perubahan paradigma industri buku di era milenial ini diharapkan tidak serta merta membuat industri ini kehilangan idealisme dan tanggungjawab sosialnya.

"Buku NKCTHI ini tidak hanya membawa aspek bisnis dengan segala produk turunannya. Saya berharap buku ini dapat menjadi jawaban kegelisahan generasi milenial dengan segala permasalahannya. Saya berharap buku ini menjadi pemicu agar generasi milenial kembali cinta kepada buku dan kembali beramai-ramai ke toko buku," harap Marcella.

Ninok Leksono, penulis dan Rektor UMN menyampaikan, "Sebagai penulis kita harus berani mendekonstruksi buku. Dulu buku dianggap bermutu kalau bisa 'berdiri'. 'Berdiri' maksudnya memang benar-benar bisa didirikan karena jumlah halaman yang tebal rata-rata mencapai 700 halaman," cerita Ninok.

Hal ini tentu kurang sesuai dengan generasi saat ini. Menurutnya masyarakat kita merupakan masyarakat dengan "budaya melihat" (viewing culture) dan bukan "budaya baca". "Namun kita tetap harus berimbang, imbang dalam unsur ekonomi namun tetap mengemban tugas sebagai penulis: membangun peradaban."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau