Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raih Penghargaan Tingkat Asia, Sekolah Ini Punya 2 Keunggulan

Kompas.com - 08/06/2019, 10:53 WIB
Erwin Hutapea,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.comSekolah Indonesia Cepat Tanggap (SICT) berlokasi di Desa Kerandangan, Senggigi, Lombok Barat, meraih penghargaan "The FuturArc Green Leadership Award 2019" tingkat Asia pada 23 April 2019 untuk kategori Institusi.

SICT dinyatakan layak mendapatkan penghargaan karena dinilai memiliki 2 keunggulan yakni (1) segi material sederhana dan murah, serta (2) desain modular yang bisa mempercepat konstruksi dan menghadirkan lingkungan belajar berkualitas.

Menurut Guru Besar Departemen Arsitektur FTUI Yandi Andri Yatmo sebagai salah satu pelopor pembangunan sekolah tersebut, dia dan teman-teman memulai proyek itu secara sukarela sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap korban bencana gempa bumi yang terjadi beberapa kali di Lombok, Sumbawa, dan sekitarnya pada 2018. 

Dia menuturkan, ada empat hal yang diperhatikan dalam membuat desain sekolah itu sehingga dinyatakan layak memperoleh penghargaan The FuturArc Green Leadership Award 2019.

4 pertimbangan pembangunan

Tampak luar Sekolah Indonesia Cepat Tanggap (SICT) di Desa Kerandangan, Senggigi, Lombok Barat.KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Tampak luar Sekolah Indonesia Cepat Tanggap (SICT) di Desa Kerandangan, Senggigi, Lombok Barat.

“Ini proyek voluntary. Kami nekat mulai membangun, lalu mencari dana. Waktu membuat desain SICT ini, kami mempertimbangkan empat hal, yaitu mendesain dengan cepat, membangun dengan cepat, berbahan murah, dan berkualitas baik,” ujar Yandi dalam diskusi di Kampus UI Depok, Rabu (29/5/2019).

Setelah mendatangi lokasi ditentukan, dia bersama teman-teman mengidentifikasi kebutuhan yang harus dibangun sekolah itu. Sesuai keterangan warga setempat, diperoleh informasi mengenai fasilitas dan jenis ruangan yang mereka perlukan.

Baca juga: Mau Belanja Buku dan Perlengkapan Sekolah Murah? Ayo Datang ke Gramedia

Namun, desain yang dibuat tidak hanya tergantung kebutuhan itu, tetapi Yandi juga menambahkan ruangan lain yang bisa meningkatkan kualitas lingkungan belajar.

“Mereka butuh ruang guru, ruang kelas, perpustakaan, dan toilet untuk SD dan TK. Kami tambahkan ruang antara, selasar, dan tribun. Kami percaya itu dibutuhkan untuk suasana belajar yang beda karena menyangkut lingkungan,” imbuhnya.

Yandi mengaku, kelebihan lain dari material yang dipakai di bangunan sekolah itu diusahakan agar semuanya dipakai secara efektif dan tidak ada yang dibuang.

Dia menyadari semua usaha dan material digunakan di sana juga merupakan bantuan banyak orang sehingga dia merasa bertanggung jawab dan tidak ingin menyia-nyiakan kepercayaan itu.

“Kami lakukan ini karena semua dana itu ada ibadahnya, orang menyalurkannya atas niat baik. Kami akan merasa bersalah kalau material itu terbuang percuma sehingga kami bertanggung jawab pada desain yang kami buat,” tuturnya.

Ruangan tampil berbeda

Suasana ruang kelas Sekolah Indonesia Cepat Tanggap (SICT) di Desa Kerandangan, Senggigi, Lombok Barat.KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA Suasana ruang kelas Sekolah Indonesia Cepat Tanggap (SICT) di Desa Kerandangan, Senggigi, Lombok Barat.

Sementara itu, Paramita Atmodiwirjo salah satu anggota tim desain sekaligus Guru Besar Departemen Arsitektur FTUI mengungkapkan, salah satu keunggulan bangunan sekolah itu adalah kondisi ruangan berbeda dari sekolah pada umumnya, termasuk sekolah darurat yang biasa dibangun sementara setelah terjadi bencana.

Dinding di sekolah itu dilukis tema binatang, suasana alam, dan angka-angka untuk berhitung. Selain itu, taman dan arena bermain di luar ruangan juga didesain untuk media pembelajaran, misalnya ada garis berwarna-warni meliuk-liuk di halaman sekolah.

Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan saraf motorik kasar para siswa, selain juga memperindah suasana sekolah.

“Jadi sekolah ini bukan hanya inisiatif untuk membangun fisik, tapi juga menghasilkan ekosistem belajar yang berkualitas baik,” kata Paramita.

SICT merupakan proyek sekolah yang didesain dan dibangun Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Klaster Perancangan Departemen Arsitektur FTUI, Ikatan Alumni (Iluni) FTUI, Ikatan Alumni Arsitektur FTUI (Iluni Ars UI), dan FUSI Foundation.

Selain itu, kerja sama juga dilakukan dengan BFI Finance dan Persatuan Istri Karyawan Karyawati PLN (PIKK PLN) yang menjadi donatur utama pembangunan sekolah tersebut.

Sekolah itu dibangun di atas lahan seluas 1.100 meter persegi digunakan untuk TK dan SD  antara lain terdiri dari enam ruang kelas, satu perpustakaan, satu ruang guru, dua kamar mandi, dan ruang transisi.

Kapasitas setiap kelas bisa menampung maksimal 25 siswa dengan formasi meja dan kursi bisa diubah-ubah, baik model classroom maupun berkelompok. Selain itu, ada juga tribun kegiatan pertunjukan seni serta selasar yang bisa dimanfaatkan berinteraksi sekaligus bermain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com