Penuh Haru, Kisah Ibu Dampingi Anak Berkebutuhan Khusus Jadi Lulusan Termuda UNY

Kompas.com - 03/09/2019, 11:19 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Untuk sosialisasi, Lala mengaktifkan diri dalam beragam komunitas seperti Komunitas Sesama Homeschoolers, komunitas tari, dan komunitas musik. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi tempatnya menghabiskan waktu bersama kawan-kawan.

“Saat itu, saya juga suka menulis di blog,” tutur Lala kelahiran Sleman, 13 Mei 2000.

Dengan potensinya, Lala berhasil menuntaskan ujian Kejar Paket B (setara SMP) dan Kejar Paket C (setara SMA) di tahun 2013 dan 2015 dengan nilai ujian memuaskan.

Selain itu, Lala belajar menguasai Bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang. Ia belajar bahasa dari percakapan sehari-hari dan berselancar di dunia maya.

Selepas ujian kejar paket, Lala meminta kepada orangtua untuk kuliah. 

Pendidikan inklusi di UNY

“Kami kemudian berpikir. Ada baiknya memang dia kuliah. Saran dari hasil tes IQ, mengambil jurusan bahasa. Akhirnya diambillah bahasa yang belum ia kuasai, yaitu Pendidikan Bahasa Jerman,” ungkap Patricia sembari menyebutkan bahwa jurusan tersebut memang hanya tersedia di UNY.

Selama perkuliahan, dosen dan teman-teman Lala sangat memberi dukungan dalam belajar. Bahkan, Lala kerap dijadikan rebutan apabila terdapat tugas kelompok.

“Jadi lingkungan di UNY inklusif. Ada dua alasan sebenarnya. Pertama karena Lala masih imut, anak usia 15 tahun, dan kedua karena Lala cepat belajarnya. Setahun belajar Jerman, dia sudah fasih,” kenang Patricia.

Untuk mendukung kegiatan belajar putrinya, Patricia sejak awal perkuliahan selalu mengantar jemput Lala. Maklum saja ujarnya, saat awal masuk kuliah Lala masih usia 15 tahun dan membutuhkan kasih sayang orang tua.

Ibu ikut ambil kuliah

Namun setahun berjalan, Patricia merasa bosan jika hanya datang ke UNY untuk antar jemput. Terlebih lagi, kebutuhan khusus Lala terus berkembang seiring bertambahnya usia.

“Saya merasa tidak cukup bekal untuk membantu (Lala). Sudah bikin sakit kepala ini. Sehingga seizin suami saya ingin kuliah lagi, agar punya ilmu yang bermanfaat dalam mendidik Lala ataupun anak-anak gifted lainnya,” ungkap Patricia atas pergolakan batin yang terjadi saat itu.

Akhirnya setahun setelah Lala mulai kuliah, Patricia mendaftar dan diterima di S2 Pendidikan Luar Biasa UNY angkatan 2016. Pada saat itu, Patricia merupakan satu-satunya mahasiswa yang tidak berlatar belakang pendidikan luar biasa di jenjang S1 nya.

“Saya guru seni musik. Lainnya teman saya, guru di SLB, dan anak-anak lulusan PLB. Alih jurusan bukan hal yang mudah ternyata karena saya belajar teori dari awal,” kenang Patricia.

Perjalanan Patricia menempuh studi tidak mudah. Beberapa kolega menjadikannya bahan bercanda karena hendak menjadikan putrinya sebagai kelinci percobaan atas teori Pendidikan Luar Biasa yang diperolehnya di dalam ruang kuliah.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau