Kesehatan Mental Masih Jadi "Batu Sandungan" Agenda Penguatan SDM Jokowi

Kompas.com - 12/09/2019, 16:41 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

"Dengan memperhatikan masalah kesehatan jiwa yang ada pada pelajar SMK di wilayah DKI Jakarta, minimal ini bisa menjadi refleksi dari kondisi kejiwaan pelajar SMK di wilayah-wilayah urban indonesia," ujar Noriyu.

Stigma masyarakat pada penyakit mental

Menurutnya jika SMK menjadi salah satu ujung tombak manajemen Talenta dan kesempatan kerja maka program kesehatan jiwa berbasis sekolah harus mendapatkan perhatian khusus.

Sayangnya, penyakit mental masih menjadi stigma dalam pandangan masyarakat dan belum ditempatkan secara proposional.

"Kalau ada mahasiswa menghubungi psikiater, kesan dan capnya sudah negatif. Padahal di pengalaman saya di saat kuliah di Harvard, menghubungi psikiater itu adalah hal yang biasa, sama seperti kita melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi," ujar Nurul, salah satu pembicara.

Ia menambahkan, “Selain edukasi pada masyarakat, diperlukan juga dukungan lintas sektor dan kemitraan dengan sektor publik untuk meningkatkan akses dan kualitas kesehatan. Tidak bisa hanya menaikkan iuran JKN, tapi harus didukung kebijakan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas layanan dan menurunkan beban kesehatan,” ujar Nurul.

Pembicara lain Izhari Mawardi mengajak para peserta mengulas mengenai peningkatan SDM dalam hal tenaga kerja menyatakan bahwa visi kesehatan dan SDM harus selaras agar bisa mengikuti perkembangan jaman.

“Undang Undang 13/2003 tentang Tenaga Kerja sudah outdated, tidak bisa menjawab dinamika gangguan digital (digital disruption). Tanpa peraturan yang mampu menjawab tantangan jaman, sulit bagi dunia kerja Indonesia untuk berkembang," ujar Izhari.

Pemberdayaan program dan harmoni kebijakan

Izhari menyampaikan SDM unggul tidak hanya tercipta melalui progam tenaga kerja yang memberikan pelatihan, kesempatan kerja, dan hubungan kerja yang saling menunjang, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga iklim tenaga kerja yang menunjang.

Noriyu menyampaikan pemerintah sebenarnya sudah memiliki banyak program pendukung hanya tinggal menguatkan dan mengimplementasikannya saja.

"Misalnya KPPA dengan Sekolah Ramah Anak. Nah SMK harus masuk dalam skema ini. Sekolah Ramah Anak itu artinya ada indikator-indikator yang harus dipenuhi diantaranya bisa curhat, bisa konsultasi, tidak bernuansa kekerasan, dan lainnya. Ini sudah memenuhi kaidah2 kesehatan jiwa," jelasnya.

Ia juga memandang penting lintas program dan lintas sektor yang melakukan pelatihan life skill training. "Jadi siswa dilatih guru untuk mempunyai kemampuan misalnya problem solving," kata Noriyu.

Demikian pula kerja sama UKS (usaha kesehatan sekolah) dengan FKTP (puskesmas) dalam pengadaan konselor sebaya di mana pelajar SMK ada yang bisa berperan sebagai konselor sebaya.

Ia juga mengingatkan perlunya membangun sinergi antara SMK dengan kawasan ekonomi, kawasan industri, dan kawasan pariwisata.

Butuh kerja sama semua pihak

"Jika memang demikian halnya, ini akan mengurangi stresor psikososial. Dari hasil survei kualitatif itu kan jelas salah satu stresor psikososial SMK adalah kekhawatiran tidak mendapat pekerjaan, padahal seharusnya konsep masuk SMK adalah siap kerja dan pekerjaan tersedia," tegas Noriyu.

Di tempat terpisah, Menteri Kesehatan Republik Indonesia periode 2012-2014, Nafsiah Mboi menyatakan masalah pembenahan sektor kesehatan di Indonesia memerlukan banyak kerjasama dari berbagai pihak karena kompleksnya masalah kesehatan di Indonesia.

Nafsiah Mboi menyampaikan, “Masalah kesehatan di Indonesia bukan sekedar siapa sehat siapa sakit, tetapi lebih luas lagi. Kesehatan di Indonesia akan menyangkut isu ketimpangan, mutu pelayanan, hingga masalah pembiayaan."

"Butuh kerja keras dan jangka panjang agar tantangan implementasi dapat diatasi, untuk itu dibutuhkan kerja sama semua pihak baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah,” ujar Nafsiah yang juga adalah anggota HCI dan seorang Research Fellow Takemi Program in International Health, School of Public Health, dari Universitas Harvard.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau