KOMPAS.com - Matematika, sains dan teknologi menjadi titik tumpu penting dalam strategi mitigasi kebencanaan di Indonesia masuk dalam wilayah "ring of fire" yang rawan bencana.
Tema inilah mengemuka dalam Seminar Nasional yang digelar Universitas Terbuka (UT) dengan tema "Peran Matematika, Sains dan Teknologi dalam Kebencanaan" yang diadakan di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Tangerang Selatan (3/10/2019).
Diskusi ilmiah nasional ini menghadirkan beberapa pembicara utama dari beberapa lembaga dan kementerian terkait mitagasi kebencanaan, di antaranya: Prof. Dwikorita Karnawati (Kepala BMKG) dan Prof. Ahmad Ramli (Dirjen Penyelenggaran Pos dan Informatika, Kominfo).
"Karena Indonesia berada dalam rangkaian 'ring of fire', diperlukan tindakan mitigasi bencana demi meminimalkan dampak yang timbul dari bencana alam yang terjadi tersebut," ujar Prof. Ojat Darojat Rektor UT di awal sambutan.
Prof. Ojat menekankan perlu dilibatkan banyak dalam strategi mitigasi kebencanaan ini. "Setidaknya ada beberapa pihak perlu dilibatkan dalam proses mitigasi bencana ini; dalam hal pemerintah, akademisi dan juga masyarakat di wilayah tersebut."
Baca juga: UGM Kembangkan Drone Amfibi Untuk Pengawasan dan Mitigasi Bencana
Rektor UT menjelaskan perguruan tinggi ambil bagian dalam kaitan melakukan berbagai kajian akademis kebencanaan. "Di setiap daerah ada pusat-pusat kajian khusus terkait bencana alam. Misalnya, di Aceh kita memiliki pusat kajian tsunami, di Bandung dengan pusat kajian gempa bumi, serta di Lombok dengan pusat kajian terkait geofisika," jelas Prof. Ojat.
Dalam kesempatan seminar nasional ini, UT juga melakukan meluncurkan buku berjudul ""Peran Matematika, Sains dan Teknologi dalam Kebencanaan" berisi berbagai kajian UT terkait mitigasi bencana, di antaranya; pemanfaatan sistem informasi sebagai peringatan dini, pengelolaan lingkungan secara bijaksana hingga pemodelan matematika untuk simulasi bencana.
Dalam paparan, Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati menyambut positif seminar nasional dari kalangan perguruan tinggi yang digelar UT. Pembaruan alogaritma deteksi dini bencana menjadi hal yang harus dilakukan.
"Gempa Palu yang disertai tsunami merupakan anomali karena berdasarkan sistem seharusnya gempa Palu tidak diikuti dengan tsunami. Ini mengingatkan kita semua untuk terus melakukan pembaruan terhadap alogaritma sistem peringatan awal bencana," ujar Prof. Dwikorawati.
Ia menambahkan, selama ini alogaritma kebencanaan bertumpu pada 3 hal; matematika, fisika dan komputasi. "Peran teman-teman akademisi di perguruan tinggi menjadi sangat penting untuk terus memperbarui alogaritma STEM (sains, teknologi, teknik dan matematika) dalam deteksi dini bencana," ujar Prof. Dwikorawati.
Baca juga: Indonesia dan Jepang Berbagi Pengalaman Mitigasi Bencana
Sementara itu, dari Kominfo Prof. Ahmad Ramli (Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika) berupaya untuk terus meningkatkan infrastruktur terkait strategi mitigasi bencana, termasuk melakukan kerja sama dengan Jepang.
"Selain kerja sama riset, kita juga mendapat bantuan hibah Jepang terkait infrastuktur mitagasi bencana. Misal, selain running text informasi bencana kita juga menyontoh teknologi Jepang di mana ketika terjadi bencana, TV padam. Mirip teknologi di pesawat di mana saat-saat kritis, TV pesawat dimatikan."
Prof. Ahmad Ramli juga menyampaikan pihaknya tengah memperkuat infrastukur dan strategi terkait mitigasi bencana sehingga saat bencana terjadi, jalur komunikasi dapat tetap terjalin atau mampu pulih dengan cepat.