KOMPAS.com - SMP Negeri 11 Batanghari hanyalah sekolah kecil dengan 5 kelas dan terletak di atas tanah lebih dari 2 hektar, di pinggir kota Muara Bulian, Jambi.
Namun, siswa dan guru merasa bangga karena di tengah kondisi perekonomian masyarakat yang sulit, SMPN 11 Batanghari dalam 4 tahun terakhir mampu meringankan beban pendidikan siswanya lewat pemberian seragam gratis.
Hal ini dapat tercapai melalui usaha mandiri dan semangat wirausaha yang dilakukan guru dan siswa: kebun kelapa sawit.
"Ide ini muncul karena karena banyaknya keluhan masyarakat tentang mahalnya biaya seragam yang harus dibayar kepada pihak sekolah, sementara kondisi perekonomian masyarakat cukup sulit," ujar Hawani, guru Pendidikan Agama Islam di SMPN 11 Batanghari.
Berangkat dari situ, di sisa lahan sekolah guru dan siswa menanam sekitar 130 batang pohon kelapa sawit dan dirawat secara gotong royong.
"Akhirnya (kebun sawit ini) menghasilkan. Tidak banyak, tetapi karena dikelola dengan baik, hasil itu bisa ditabung dan setiap tahun bisa dimanfaatkan untuk kepentingan siswa dan sekolah," ujar Hawani yang sekaligus merangkap sebagai bendahara.
Ia menyampaikan rata-rata hasil panen baru berkisar Rp. 300.000-Rp. 500.000 setiap bulan. Hasil kebun sawit sepakat dimanfaatkan membantu siswa untuk membeli seragam gratis bagi seluruh siswa baru.
Baca juga: Buku Digital, Inovasi Pembelajaran Perkuat Literasi Kalimantan Utara
"Di awal 2016/2017, ketika itu kami menerima sekitar 80 siswa baru seluruhnya mendapatkan fasilitas 1 set seragam olahraga, topi, dasi, kaus kaki hitam, dan kaus kaki putih," kata Hawani.
Tahun berikutnya, program ini terus berlanjut dan berkembang. SMPN 11 Batanghari tidak hanya memberikan seragam olahraga gratis, tetapi juga kemeja batik.
"Terakhir, tahun ajaran 2018/2019 kami kembali memberikan seragam olahraga dan kemeja gratis dan seragam biru putih serta seragam Pramuka bagi siswa yatim atau piatu lengkap dengan kerudung. Tahun ini pun seragam olahraga gratis sudah langsung diserahkan kepada siswa baru di minggu pertama mereka sekolah," ujarnya.
Misdar, guru mapel Bahasa Inggris, menyampaikan, "Kami malahan belum pernah membelikan hasil kebun sawit ini untuk seragam guru-guru karena kami sadar sudah digaji oleh pemerintah, bahkan mendapatkan tunjangan sertifikasi."
Titien Suprihatien, guru IPA dan sekaligus fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation, menyampaikan hasil kebun sawit ini masih bisa ditingkatkan.
Pengalaman yang diperolehnya melalui berbagai pelatihan dan pendampingan Tanoto Foundation mendorong Titien berupaya mencari jalan keluar guna makin mengembangkan kemandirian finansial sekolah ini.
"Kita mulai memanfaatkan mikro-organisme lokal dan pupuk organik cair yang dibuat oleh siswa sendiri di laboratorium IPA agar tanah yang sudah mulai kurang subur menjadi subur dan gembur kembali," kata Titien.
Ke depannya SMPN 11 Batanghari akan memulai kembali kegiatan pembibitan dan penghijauan di sekolah. "Insya Allah musim hujan datang kita kembali menanam," kata Asrianti, Kepala Perpustakaan, penuh semangat.
"Semoga setelah musim kemarau berlalu kebun sawit semakin membawa berkah untuk kita semua," ujar Titien Suprihatien, guru IPA, menutup seluruh rangkaian cerita. Semoga....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.