KOMPAS.com - Isu kesehatan mental sangat dekat dengan anak muda, usia 17-23 tahun. Namun sayang, seperti fenomena gunung es hanya sedikit terlihat di permukaan.
"Data World Health Organization (WHO) menunjukkan satu dari empat orang di dunia terkena gangguan mental dalam beberapa waktu di dalam hidup mereka. Publikasi yang sama juga menyebutkan sekitar 450 juta orang saat ini menderita gangguan mental di seluruh dunia," demikian disampaikan Mia Angeline, Deputy Head of Communication Department melalui rilis resmi diterima Kompas.com.
Dalam skala global, WHO juga menyatakan jika tidak ditanggulangi secara serius, maka depresi akan menjadi penyakit paling banyak yang menimpa masyarakat di tahun 2030.
"Di Indonesia sendiri, penderita gangguan mental masih banyak mengalami perundungan dari orang sekitar, dan banyak yang tidak mampu berobat," jelas Mia.
Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan di tahun 2018 menunjukkan terjadinya peningkatan gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas dari 6,1 persen pada tahun 2013 menjadi 9,8 persen pada tahun 2018.
Ini artinya sekitar 12 juta penduduk usia 15 tahun ke atas menderita depresi. Isu ini masih mendapat sedikit perhatian di Indonesia, terutama karena minimnya akses terhadap informasi kesehatan mental dan budaya tabu untuk membicarakan isu kesehatan mental.
Baca juga: 5 Efek Negatif Media Sosial terhadap Kesehatan Mental
"Angka yang fantastis ini mendorong Binus University untuk mengenalkan cara-cara merawat kesehatan mental sedari dini. Untuk memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh pada tanggal 10 Oktober setiap tahunnya," ujar Mia.
Communication Department BINUS University kemudian menggelar acara “Juko Bilang Kamu Layak Bahagia” di Kampus Anggrek Binus University, Jakarta, pada tanggal 18 Oktober 2019. Juko sendiri merupakan akronim dari Jurusan Ilmu Komunikasi atau Communication Department.
Tema mengenai kesehatan mental ini diangkat sebagai rasa kepedulian Jurusan Ilmu Komunikasi Binus University, terutama karena stigma yang melekat pada orang-orang dengan gangguan mental, seperti depresi, bipolar, dan lainnya.
Padahal jika masyarakat lebih mengerti terhadap isu ini, dan tidak malu untuk berobat maka jumlah penderita gangguan mental bisa dikurangi. Selain itu, acara ini juga menekankan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik," jelas Mia.
Untuk mengenalkan pentingnya kesehatan mental, acara ini menampilkan dua orang mahasiswa Communication Department sekaligus penyintas yang bercerita pengalaman serta bagaimana usaha mereka dapat menanggulangi masalah kesehatan mentalnya.
Selain itu juga ditampilkan tarian kontemporer yang dibawakan oleh Andrea Paramita Korompis. Tarian ini menggambarkan perjuangan orang yang tidak bisa mengeluarkan emosinya.
Maura Magnalia, salah seorang penyintas, bercerita mengenai kecenderungannya untuk menyakiti diri sendiri dimulai sejak duduk di kelas 4 SD.
Bahkan karena kondisi kesehatan mentalnya, Maura kesulitan melakukan hal sederhana, seperti mengikat sepatu dan bersosialisasi dengan orang lain.
Namun semenjak 3 tahun lalu Maura rutin berkonsultasi kepada psikiater. Dari pengalamannya, Maura memberikan pesan agar jangan malu untuk mencari pertolongan.