KOMPAS.com - Teknologi bersamaan dengan era Revolusi Industri 4.0 telah mengubah kondisi ekonomi dan sosial masyarakat menuju Society 5.0 berbasis robotik dan kecerdasan buatan.
Society 5.0 digambarkan sebagai sebuah kondisi sosial di mana manusia dalam menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan memecahkan masalah sosial mulai melakukan integrasi antara ruang maya (online) dan ruang fisik (offline).
Guna berpartisipasi memperkuat arah Indonesia menuju Society 5.0, Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka (FE-UT) menggelar "International Seminar on Business, Economics, Social Science and Technology (ISBEST) 2nd" dan "Competition of Public Sector Innovation Award (COPSI) 1st 2019" .
Hasil kerja sama FE-UT dan Asosiasi Pengajar Akuntansi Sektor Publik (APSAE) serta Rumah Publikasi Indonesia (RPI) tahun ini mengangkat tema “Indonesian Society in 5.0: Innovation Challenges and Opportunities” dan diselenggarakan di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Tangerang Selatan (23-24 Oktober 2019).
Seminar internasional yang menghadirkan lebih dari 100 pemakalah ini bertujuan memfasilitasi para akademisi, praktisi, peneliti, dan mahasiswa dalam menggali informasi dan penelitian terkait Society 5.0.
"Ini merupakan kegiatan tahunan FE-UT. Tema ini diangkat karena pertama sesuai dengan kompetensi FE-UT terkait ekonomi, bisnis, akunting dan manajemen. Kedua, hal ini sudah menjadi tuntutan sekarang kita tidak lagi bicara proses bisnis secara tradisional dan sudah masuk proses bisnis digital," jelas Ali Muktiyanto, Dekan FE-UT.
Baca juga: Pendidikan Tinggi Kembali ke Kemendikbud, Ini Tanggapan Akademisi
Ali Muktiyanto menambahkan, "Hal ini adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Kalau tidak mengantisipasi, kita akan ketinggalan, kita akan kalah. Kami berharap dari hasil seminar ini kita bisa memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait."
Hal senada disampaikan Dwi Heriyanto, VP Human Capital Strategic Management Telkom yang hadir sebagai salah satu pembicara utama.
"Kita menuju ke sana (society 5.0), secara konektifitas kita sedang mempersiapkan infrastruktur ke arah sana sebagai tugas Telkom. Kalau kita lihat Jepang sudah menggunakan robotic dan AI," ujar Dwi.
Dwi menambahkan, "Pemerintah melalui aksesbilitas infrastruktur sudah menyiapkan hal itu sehingga dimungkinkan beragam kolaborasi. Termasuk kolaborasi dengan dunia pendidikan."
Terkait kolaborasi, Dwi menekankan pentingnya kolaborasi dibangun oleh "triple helix" yakni antara pendidikan tinggi, pemerintah dan industri. "Hasil-hasil riset akademisi mestinya melihat apa yang dibutuhkan masyarakat dan dunia industri. Riset yang up to date," harap Dwi.
"Bayangkan kalau tiap-tiap daerah membuat konsep smart city sendiri-sendiri namun bila tidak ada yang menghubungkan semua jalan-jalan sendiri. Di sinilah pemerintah dan pendidikan tinggi dapat mengambil peran untuk menghubungkan hal itu," ujar Dwi.
Menuju Masyarakat 5.0, Dekan FE-UT melihat kemampuan literasi masyarakat menjadi tantangan utama. "Selain literasi teknologi, literasi human dan social menjadi tantangan utama. Dan tugas pendidikan tinggi, termasuk UT adalah mendorong hal itu," ujar Ali Muktiyanto.
"Akademisi harus mampu menopang arah menuju Society 5.0 ini melalui riset-riset yang dihasilkan. Dalam hal ini UT telah melakukan evolusi secara gradual. Hari ini kita telah melakukan proses digital dalam sistem layanan pendidikan di UT," jelas Ali Muktiyanto.
Dalam seminar tahun ini, UT juga menghadirkan pembicara internasional lain yakni Datok Prof. Yusof Kasim dari Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia dan Prof. Masatsugu Nemoto dari Chungbuk National University – Korea untuk berbagi inovasi-inovasi yang telah dilakukan pada sektor publik di Malaysia dan Korea.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.