YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wajah Prof Dr Mohtar Mas’oed, Guru Besar Hubungan Internasional Fakuktas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) tampak semringah.
Bersama keluarga, kerabat, rekan kerja, dan seratusan mahasiswa, merayakan pensiun yang jatuh pada 8 Oktober 2019, genap di usianya yang ke-70 tahun.
Perayaan pensiun Mohtar Mas’ed berlangsung di Auditorium Fisipol UGM pada Kamis (7/11/2019). Tampak hadir para sahabat seperti Duta Besar RI di Ceko Prof Dr Salim Said, Mantan Rektor UGM Ichlasul Amal, tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, dan sejumlah akademisi lainnya.
Suasana perayaan “kemerdekaan” Mohtar Mas’oed berlangsung seru dan penuh canda tawa. Orang-orang terdekat seperti Salim Said, Wakil Dekan Fisipol Poppy Winanti, dan Luki Aulia (putri sulung Mohtar Mas’oed) menceritakan sosok lain yang selama ini tidak diketahui khalayak umum.
Baca juga: Guru Besar UGM: Eksekusi Mati Itu Penuh Risiko
Salim Said menceritakan masa saat dia pertama kali ingin sekolah di Ohio State University. Tidak seperti Mohtar Mas’oed yang sekolah karena beasiswa, Salim Said harus membiayai sendiri untuk kuliah.
Saat bertemu dosen Ohio State William Liddle, Salim disarankan untuk bertemu Mohtar.
“Dia membimbing saya sampai saya terdaftar di Ohio State. Dia mengajari saya statistik. Kalau saya belajar panggil orang datang ke apartemen bayar tujuh dollar per jam, sama Mohtar tidak saya bayar,” kata Salim Said disambut tawa ratusan orang yang hadir.
Menurut Salim yang juga dikenal sebagai pengamat militer, Mohtar juga dikenal sebagai orang yang responsif saat dibutuhkan. Ketika anaknya demam panas di Amerika, orang yang pertama dihubungi saat itu adalah Mohtar Mas’oed.
Tanpa pikir panjang, kata Salim, Mohtar mengantar dia dan anaknya ke rumah sakit. Sebab, saat itu Salim tak bisa menyetir mobil.
“Jadi kalau dia kalian bilang orang baik, Saya justified itu. Dia juga memberi kesan dia adalah guru yang baik,” ujarnya.
Baca juga: Guru Besar UGM: 75-375 Juta Manusia Terancam Alih Profesi di Era 4.0
Salim menegaskan, Mohtar Mas’oed adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar Doktor di Ohio State.
“Dan saya yang kedua,” selorohnya.
Di tempat yang sama, mantan rektor UGM Ichlasul Amal, menceritakan persahabatannya dengan pria yang pernah menjabat sebagai Dekan Fisipol UGM itu. Dia menyebut selalu bersama, walau usia keduanya berbeda 10 tahun.
“Saya kalau ada persoalan ya selalu ke Mohtar. Kantornya di muka saya,” ujarnya sambil tertawa.
Ichlasul juga menceritakan bahwa dirinya sangat terbantu dengan Mohtar yang melek komputer. Hal itu sangat membantu saat dia membuat disertasi.
“Saya tidak tahu komputer. Zaman saya masih mesin ketik,” selorohnya disambut gelak tawa da tepuk tangan di ruangan tersebut.
Wakil Ketua Dekan Fisipol UGM Poppy Winanti menceritakan pengalamannya menjadi murid Mohtar Mas’oed di Hubungan Internasional UGM. Menurut dia, Prof Mohtar, demikian dia memanggilnya, dikenal sebagai sosok yang tegas.
Dia mengingat ketika kuliah semester 1, Mohtar mau menyepakati jam masuk kelas menjadi pukul 07.30 dari jam 07.00, agar mahasiswanya tidak ada yang terlambat. Namun, yang terjadi tetap saja ada mahasiswa yang terlambat.
Baca juga: Dipertanyakan Kredibilitasnya sebagai Ahli oleh BW, Ini Respons Guru Besar UGM
“Pak Mohtar keluar kelas, membanting pintu. Kelas selesai. Tapi sejak saat itu, tidak ada mahasiswa yang terlambat kelas Pak Mohtar,” ujar Poppy yang mengaku 26 tahun mengenal Mohtar Mas’oed.
Poppy juga mengaku senang, mata kuliah yang dibawa Mohtar Mas’oed sejak balik dari Amerika pada 1983 tetap dipertahankan ada. Yakni, ekonomi politik internasional.
Luki Aulia lebih personal menceritakan kehidupan Mohtar kala di rumah. Menurut wartawan harian Kompas itu, bapaknya adalah orang yang selalu bangun jam 3 pagi.
“Bapak bangun jam tiga subuh, buka laptop, baca buku, sampai jam sarapan,” kata Luki.
“Menurut bapak, dia jadi punya waktu untuk berpikir, apa yang sudah dilakukan dan hari ini mau apa,” kata Luki menambahkan.
Bagi Luki, bapaknya adalah inspirasi dan ensiklopedia. Dia menjadi wartawan pun karena ingin mengikuti jejak bapaknya yang selalu jalan-jalan ke luar negeri dan luar kota gratis, bisa bertemu banyak orang, dan menulis.
“Karena saya tidak pintar seperti bapak, tidak mungkin jadi dosen. Pekerjaan yang kerjanya seperti bapak, jalan-jalan dibayari gratis, ya wartawan,” kata Luki.
Semua yang hadir tertawa dan memberi tepuk tangan. Mohtar dan istrinya, Yayuk, ikut tersenyum mendengar guyonan Luki Aulia tersebut.
Luki mengatasnamakan keluarga berharap bapaknya itu bisa menjaga kesehatan meski setelah pensiun tetap sibuk menerima tawaran mengajar.
Dalam film yang sebagian hitam putih tersebut, menggambarkan sosok Mohtar Mas’oed yang menceritakan tentang awal ketertarikannya pada jurusan hubungan internasioal.
Lahir di daerah terpencil bernama Dampit, Malang, Jawa Timur, Mohtar muda tertarik dengan bahasa Inggris yang biasa didengarnya dari radio Australia. Selain itu, sejumlah pemuda di kampungnya juga suka bepebergian dengan kapal pengangkut kopi menuju Jerman.
Mohtar muda pun tertarik bepergian ke luar negeri, melihat dunia luas. Saat itu, dia berpikir mengenai sekolah yang bisa membuatnya bepergian ke luar negeri. Oleh karenanya dia memilih kuliah di jurusan internasional.
Baca juga: Menurut Guru Besar UGM, Ada Echo Chambering dalam Sinisnya Warganet pada Wiranto
Di dalam film berdurasi singkat tersebut, dia juga menceritakan mengenai pentingnya pendidikan.
“Pendidikan tidak menbuat orang pintar. Pendidikan itu membuat orang tidak pintar menjadi pintar. Fasilitator. Kalau orang yang difasilitasi tidak berubah, ya dia tidak berubah,” kata pria yang memiliki 4 anak dan tiga cucu itu.
Suami dari Suwarni Angesti Rahayu ini juga menceritakan pertanyaan-pertanyaan yang selalu muncul dalam pemikirannya, sejak dulu hingga saat ini.
Meski harus pensiun sebagai PNS di UGM, namun para mahasiswa Hubungan Internasional UGM menolak menyebut Mohtar Mas'oed pensiun. Mereka meminta seluruh mahasiswa HI UGM untuk meramaikan #MohtaRifire di media sosial.
Selain itu, para mahasiswa dan mantan mahasiswanya memberi kaos abu-abu bertuliskan "Refire, Not Retire" sebagai simbol dukungan mereka agar Prof Mohtar tetap mengajar.
Salim Said pun mendukung gerakan tersebut. Dia yakin koleganya itu tidak akan pensiun.
"Mohtar akan bertugas terus sebelum izinnya dicabut oleh Tuhan," ucap dia.
"Kalau bapak masih bisa, masih kuat, selama bapak jaga kesehatannya, kesehatan nomor satu. Yang penting bapak senang. Mau ngajar enggak apa-apa, yang penting bapak sehat," kata Luki menanggapi.
Baca juga: Guru Besar UGM: Mary Jane Bisa Ajukan PK Ketiga
"Saya juga meminta semua di ruangan ini untuk jagain bapak," ucapnya dengan suara bergetar dan menitikkan air mata.
Secara pribadi, Mohtar Mas'oed mengucapkan terima kasih untuk acara yang dibuat khusus untuk pensiunnya.
"Dua bulan ini, saya mengikuti lima kali ulang tahun. Yang pertama malah sebelum ulang tahun, karena kebetulan ada rapat RT di rumah saya. Terakhir kemarin di Denpasar," ucap pria yang dikenal humoris itu sambil tersenyum.
"Terima kasih, terima kasih semua," kata dia, sambil menyebut sejumlah nama yang hadir dan tak hadir di acara tersebut.
Nama: Prof. Dr. Mohammad Mohtar Mas’oed
Tempat & Tgl lahir: Malang, 8 Oktober 1949
Jabatan Akademik: Guru Besar, Ilmu Hubungan Internasional.
Jabatan Struktural:
Pendidikan:
Mengajar:
Dosen tamu:
PUBLIKASI: BUKU
• Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971 (Jakarta: LP3ES Publisher, 1989; 1993)
• Birokrasi, Politik dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Publisher, 1994)
• Ekonomi Politik Internasional dan Pembangunan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Publisher, 1996)
• Negara, Kapital dan Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Publisher, 1996).
• Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi(Jakarta: LP3ES Publisher, 1989)
• Teori dan Penelitian Hubungan Internasional (Yogyakarta: PAU-SS-UGM, 2001)
• (Co-authored with Colin MacAndrews). Perbandingan Sistem Politik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002)
• (Co-authored with Yang Seung-Yoon) Memahami Politik Korea (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005).
• Perusahaan Multinasional dari Selatan (Yogyakarta: Institute of International Stdies, UGM, 2015)
• Teori Politik Luar Negeri (Yoyakarta: DIHI-UGM, 2017)
• Politik Luar Negeri Korea (Yogyakarta: INAKOS, 2018).
• Geopolitik Sumberdaya Alam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2018)