KOMPAS.com - Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) untuk Indonesia tahun 2018 telah diumumkan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development).
Beberapa catatan penting muncul menyoroti skor nilai PISA siswa Indonesia yang masih berada di bawah rata-rata untuk kemampuan baca, matematika dan sains.
Terkait hal itu, Totok Suprayitno (Kepala Badan Penilitian dan Pengembangan) Kemendikbud usai paparan hasil PISA 2018 untuk Indonesia di Jakarta (3/12/2019) menyampaikan perlunya perubahan dalam budaya belajar di Indonesia.
"Kita semua harus bergerak tidak perlu menunggu kebijakan pemerintah. Perubahan harus dilakukan berbasis gerakan, bukan berbasis kebijakan apalagi anggaran atau proyek," tegas Totok.
Berdasarkan hasil penilaian PISA, Totok menyampaikan ada beberapa perubahan yang dapat dilakukan oleh para guru di depan kelas agar terjadi perubahan sehingga Indonesia tidak selalu mendapat skor rendah PISA.
Berdasarkan paparan Totok Suprayitno Kabalitbang Kemendikbud, berikut 6 gerakan perubahan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran di kelas:
Baca juga: Skor PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar Pendidikan di Era Nadiem Makarim
Siswa dengan latarbelakang sosial ekonomi yang sama memiliki skor membaca 40 poin lebih tinggi ketika diajar oleh guru yang memanfaatkan TIK. Hal ini menunjukkan memiliki infrastruktur TIK tidak cukup, gunakanlah dalam pembelajaran.
Siswa yang mengaku sering dilibatkan guru dalam pembelajaran membaca memiliki skor membaca 30 poin dibandingkan siswa yang tidak dilibatkan atau jarang terlibat.
Strategi yang dapat dilakukan antara lain: mengajak siswa berpendapat, menceritakan kembali isi bacaan, mengaitkan bacaan dengan peristiwa di sekitar, membandingkan bacaan dengan topik sama,memberikan pertanyaan kritis yang memantik siswa memahami bacaan.
Hasil PISA menunjukkan strategi membacakan nyaring suatu bacaan bagi siswa lainnya tidak efektif untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan bagi siswa usia 15 tahun.