Skor PISA 2018, Ari Widowati: "Alarm Keras" untuk Segera Lakukan Perubahan

Kompas.com - 07/12/2019, 21:30 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Hasil PISA 2018 menjadi "alarm keras" bagi dunia pendidikan Indonesia untuk segera melakukan refleksi menemukan gap atau “white space” atau area yang masih dibenahi secara efektif, dan berani melakukan perubahan atau inovasi untuk mengatasi gap tersebut.

Hal ini disampaikan Margaretha Ari Widowati pemerhati pendidikan dan Ari Widowati, Deputy Director of PINTAR Tanoto Foundation menanggapi hasil PISA 2018 untuk Indonesia yang dirilis beberapa waktu lalu.

"Prihatin, walaupun PISA bukan harga mati. Datanya menunjukkan kita jalan di tempat. Hasil tes tahun 2000, skor kemampuan membaca, matematika, dan sains 371, 367 dan 393 berturut-turut. Tes tahun 2018 hasilnya tidak signifikan berubah," ujar Ari Widowati

Ia menambahkan, "Skor membaca, matematika dan sains 371, 379 dan 396 berturut-turut. Dan betul, semuanya berada di bawah skor rata-rata."

Kepemimpinan dan kualitas pembelajaran

Ari Widowati mengatakan padahal pemerintah tidak henti-hentinya melakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. "Belum lagi berbagai program pendidikan yang dijalankan oleh berbagai lembaga kemanusiaan dan filantropi dalam dan luar negeri," tambah Ari.

Baca juga: 10 Tanggapan Mas Menteri Soal Rapor Merah Skor PISA Indonesia

Namun yang terpenting, menurutnya, adalah bagaimana menggunakan hasil tes 2018 ini untuk melakukan perubahan.

"Saya sangat mengamini apa yang disampaikan Menteri Nadiem Makarim di acara pelantikan Rektor Universitas Indonesia (UI), 4 Desember 2019 lalu di Kampus UI Depok. Beliau menyatakan bahwa masuk kelas tidak menjamin belajar, akreditasi tidak menjamin mutu, meraih gelar tidak menjamin kompetensi," jelas Ari.

Ia melihat hal inilah yang harus menjadi fokus perubahan pendidikan ke depan: kepemimpinan di sekolah dan kualitas pembelajaran yang nyata di lapangan.

Ia menjelaskan setidaknya ada 2 fokus perhatian yang dapat dilakukan:

  1. Fokus mengevaluasi dan memperbaiki praktik-praktik yang terjadi di sekolah-sekolah dan kelas-kelas agar dapat lebih baik lagi dalam memampukan anak untuk belajar dengan aktif dan kreatif.
  2. Fokus menghasilkan dan mendampingi kepala sekolah dan guru-guru juga pengawas sekolah untuk menjalankan fungsi atau mandatnya secara optimal dan melakukan up to date secara berkelanjutan.

Perubahan lewat inovasi dan konsistensi

Lebih jauh Ari menyampaikan perubahan dan perbaikan di dunia pendidikan bukan melulu terobosan, melainkan lebih kepada perlunya kombinasi antara konsistensi dan inovasi.

Beberapa inovasi dan konsistensi yang dapat dilakukan para pemangku kepentingan pendidikan antara lain:

1. Studi PISA 2018 menemukan bahwa anak yang sering membaca, memiliki kemampuan membaca lebih tinggi; bahwa kemampuan membaca anak juga lebih tinggi jika diajar oleh guru memanfaatkan teknologi dan informasi.

2. Semakin sering anak merangkum, menulis kembali apa yang didengar dan dilakukan dengan bahasanya sendiri, membuat kemampuan membaca anak lebih baik. Membaca disini berarti juga memahami yang dibaca.

3. Saat ini eranya adalah era teknologi. Industri 4.0 bukan lagi masalah otomasi, memindahkan dari cara manual ke otomatis, tapi adalah bagaimana menciptakan koneksi dan memanfaatkan teknologi pintar (smart technology) sehingga sumber informasi menjadi tidak terbatas, lintas kelas, sekolah bahkan komunitas dan tidak tergantung pada jarak.

"Kita juga mendorong adanya pengayaan pengetahuan melalui pembentukan komunitas-komunitas belajar bagi guru dan kepala sekolah serta berbagi pengalaman maupun transfer knowledge melalui teknologi," ujar Ari.

Teknologi, menurut Ari memang tidak akan bisa menggantikan pembelajaran di kelas, namun teknologi dapat membantu belajar lebih baik.

"Maka sudah saatnya kita mendorong atau mengaktifkan blended learning, yaitu menggabungkan keunggulan pembelajaran di kelas dengan memanfaatkan keunggulan teknologi e-learning sehingga siswa dapat memanfaatkan keunggulan dan kemudahan teknologi untuk meningkatkan kompetensinya," ujarnya.

Pendekatan siswa aktif "MIKIR"

Ari Widowati juga mendukung apa yang disampaikan Mendikbud Nadiem untuk melakukan gerakan bersama; dari segala penjuru, semua individu yang terlibat dalam dunia pendidikan, pemerintah, guru, kepala sekolah, pengawas, komite sekolah, orang tua dan masyarakat.

"Segera berinisiatif melakukan perubahan dan perbaikan tidak usah menunggu orang lain, atau jika dia seorang kepala sekolah, maka bersikap menghargai dan memberikan ruang untuk guru-guru untuk melakukan eksperimen, keluar dari zona nyaman," tegasnya.

Ia menjelaskan apa yang dilakukan Tanoto Foundation melalui Program Pintar bersama pemerintah daerah dan LPTK menerapkan upaya-upaya pembiasaan penerapan pendekatan belajar aktif dengan unsur MIKIR (mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi).

"Melalui MIKiR, guru memfasilitasi anak belajar menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran," jelasnya.

Siswa difasilitasi untuk lebih banyak bekerja sama melakukan percobaan, memecahkan masalah, mencari informasi dari berbagai sumber, sampai mengembangkan hasil karya dengan gagasannya sendiri.

Siswa juga dibiasakan mempresentasikan hasil karya pada teman-temannya untuk melatih kemampuan mereka mengkomunikasikan ide-idenya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau