JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penggantian sistem Ujian Nasional (UN) pada 2021 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menuai banyak tanggapan mulai dari Ketua DPR RI, Komis X DPR hingga Ombudsman.
Meski Mendikbud sudah meluncurkan program "Merdeka Balajar" di Jakarta, Rabu (11/12/2019) yang didalamnya terdapat point kebijakan penggantian sistem UN, namun banyak tanggapan maupun masukan dari beberapa pejabat.
Selain Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Ketua DPR RI Puan Maharani juga angkat bicara.
Dilansir dari berita sebelumnya, Puan meminta Mendikbud untuk tidak buru-buru dalam menerapkan ujian pengganti UN.
"Jalan terburu-buru. Kita lihat dan jangan sampai merugikan siswa dan orangtuanya," ujar Puan di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Baca juga: Puan Maharani Minta Nadiem Tak Buru-buru Ganti UN: Jangan Sampai Merugikan Siswa
Puan berharap, sebelum mengganti sistem UN, Nadiem melakukan kajian mendalam termasuk sosialisasi ujian pengganti UN kepada publik.
Disamping itu, Puan juga mendorong Nadiem untuk memperhatikan peningkatan kualitas para guru.
"Yang pasti kualitas guru juga harus ditingkatkan," kata dia.
Perlu diketahui, dalam peluncuran program "Merdeka Belajar" itu Nadiem menggagas asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai pengganti UN pada 2021.
Saat menghadiri rapat kerja Komisi X DPR, Kamis (12/12/2019), Nadiem Makarim juga telah memaparkan empat point program "Merdeka Belajar".
Nadiem juga mengatakan asesmen kompetensi minimum itu diukur melalui kemampuan literasi dan numerasi yang merupakan kompetensi dasar wajib dimiliki tiap individu.
Hanya saja, ada beberapa masukan dari anggota Komisi X DPR dari F-PDIP Andreas Hugo Pariera yang meminta mendikbud untuk mempersiapkan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik.
Baca juga: UN Bakal Diganti, Anggota Komisi X Minta Mendikbud Siapkan Tenaga Pendidik
"Sebelum kita bicara metode evaluasi berbasis asesmen kompetensi minimum ini, Kemdikbud wajib mempersiapkan para tenaga pendidik dan infrastruktur pendidikan, seperti sekolah dan komponen peralatan pendidikan yang sesuai bidang studi para peserta didik," kata Andreas, Kamis (12/12/2019).
Andreas berharap, metode belajar yang digagas Nadiem hendaknya dapat disosialisasikan secara maksimal.
"Metode evaluasi proses belajar baru ini tentu harus dijelaskan lebih detail terutama menyangkut proses dan implementasinya," ujar dia.
"Jadi tetap ada pola dan standarisasi yang menjadi acuan bagi lembaga pendidikan dan para guru yang menjadi ujung tombak proses pendidikan Indonesia," imbuh Andreas.
Masukan lain datang dari anggota Ombudsman RI, Ahmad Suadi. Usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019), Suadi menyatakan, penghapusan UN berdampak baik pada hilangnya standar tunggal kelulusan siswa.
Baca juga: UN Akan Dihapus, Ombudsman Minta Standar Kenaikan Siswa Tak Dihilangkan
Tapi, jika nanti kebijakan itu direalisasikan, standar siswa untuk naik dari satu jenjang ke jenjang lebih tinggi tidak boleh dihilangkan.
"Sebenarnya itu cukup dapat dukungan dari pemerhati pendidikan, tapi kan tetap harus ada standar yang membuat mereka menjadi bisa naik dari tahun ke tahun. Mungkin (UN dihapus) yang tidak ada adalah standar tunggal itu saya setuju," jelas Suadi.
(Penulis: Tsarina Maharani, Fitria Chusna Farisa | Editor: Diamanty Meiliana, Krisiandi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.