KOMPAS.com - Pengelolaan sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia harus dilaksanakan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
MBS ini bisa ditunjukkan pengelola sekolah melalui kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam pengelolaan sekolah.
Selain itu, MBS juga sudah diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penerapan MBS sudah diterapkan SMPN 4 Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Agus Suparmanto, sang kepala sekolah bersama warga sekolah menerapkan MBS dengan membuat tiga gerakan inspiratif. Dia melakukan perubahan dalam manajemen sekolah, pembelajaran, budaya baca, sampai melibatkan peran serta masyarakat.
Baca juga: Belajar Nyata IPS, Siswa SDN Purwojati Telaah Masalah Kemiskinan di Desa
Praktik baik MBS di sekolah ini mendapat apresiasi Prof Muchlas Samani, guru besar Universitas Negeri Surabaya, yang juga menjadi salah satu penggagas penerapan MBS di Indonesia.
“Upaya yang dilakukan Kepala SMPN 4 Tenggarong bersama guru, komite sekolah, dan orangtua merupakan penerapan MBS yang benar. Praktik baik ini perlu dicontoh dan disebarkan,” kata Muchas setelah mengetahui praktik baik MBS di sekolah tersebut.
Berikut adalah tiga gerakan inspiratif yang diterapkan Agus Suparmanto, Kepala SMPN 4 Tenggarong yang juga fasilitator MBS Program Pintar Tanoto Foundation.
Manajemen terbuka, menurut Agus langkah awal yang harus dilakukan sekolah bila mau melibatkan masyarakat dalam mengembangkan sekolah. Salah satu cara untuk melakukan manajemen terbuka adalah dengan melakukan pendekatan dengan komite dan orangtua siswa.
Misalnya ketika menyusun program sekolah, dia melibatkan komite sekolah dan orangtua. Selama rapat, mereka bersama-sama menyusun program dan perkiraan dana-dana yang dibutuhkan dan sumber dananya. Semua dilakukan secara terbuka.
Salah satu tantangan membangkitkan peran serta masyarakat adalah pengertian masyarakat yang salah tentang program pendidikan gratis.
“Banyak anggota masyarakat yang menganggap bahwa sekolah tidak lagi membutuhkan peran serta masyarakat karena semua sudah ditanggung pemerintah. Padahal yang ditanggung hanya dana operasional sekolah, masih banyak aspek-aspek lain yang perlu dibantu masyarakat, terutama terkait langsung dengan kebutuhan siswa itu sendiri dan lingkungan sekolah,” ujarnya
Misalnya, dalam masalah lingkungan, sekolah memiliki lahan yang amat luas, lebih dari dua hektar.
“Nah itu kan tidak ditanggulangi oleh dana BOS bagaimana memberdayakan lahan yang luas tersebut, padahal bisa menjadi sumber belajar siswa yang amat besar. Akhirnya kami bersama-sama sepakat, salah satunya untuk membuat program satu warga sekolah satu pohon,” ujar Agus.
Salah satu program dijalankan sekolah adalah program literasi. SMPN 4 Tenggarong kemudian membuat salah satu program yang disebut dengan "Jumpa Kopi". Jumpa Kopi adalah akronim dari Jumat Pagi Koleksi Pindah.