KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menyebutkan sejumlah kegiatan belajar mahasiswa Sarjana Satu (S-1) di luar kampus akan mendapatkan bobot penilaian Sistem Kredit Semester (SKS).
Hal itu merupakan bagian dari kebijakan Kampus Merdeka yakni hak belajar tiga semester di luar program studi dan di luar kampus.
Adapun kegiatan-kegiatan yang bakal masuk penilaian SKS adalah magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil, dan kegiatan lainnya yang disepakati dengan program studi.
"Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks," katanya.
Nadiem mengatakan setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya.
Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya
Ia melanjutkan daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan atau program yang disetujui oleh rektor.
Nadiem mencontohkan, mahasiswa bisa melakukan kegiatan-kegiatan seperti magang di sebuah start up selama satu semester, mengajar di sebuah sekolah selama semester, dan melakukan proyek penelitian bersama dosen selama enam bulan.
Contoh lainnya, mahasiswa bisa mengikuti pertukaran pelajar di luar negeri selama satu semester, lalu magang di sebuah start up selama satu semester, dan lainnya.
"Ada berbagai macam per mutasi yang bisa dilakukan dan ini tak semuanya harus nyambung (kegiatannya) ya. Ini bisa bolak balik. Itu terserah rektor bagaimana mengaturnya. Itu adalah hak prerogatif rektor," tambahnya.
Nadiem menyebutkan, Kemendikbud ingin menciptakan dunia baru pendidikan tinggi yaitu kuliah jenjang S-1 adalah hasil dari gotong royong seluruh aspek dari masyarakat.
"Bukan hanya perguruan tinggi yang sekarang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mahasiswa kita," tambah Nadiem.
Selama ini, pihak Kemendikbud meilai bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru. Apalagi di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.
Nadiem menjelaskan terdapat perubahan pengertian mengenai sks. Setiap sks diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'.
Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.
Berdasarkan Permenristekdikti no. 44/2015, SKS merupakan takaran waktu kegiatan belajar berdasarkan proses pembelajaran maupun pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler.
Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, selama ini, SKS juga terbatas pada definisi pembelajaran tatap muka di dalam kelas. Padahal, proses pembelajaran mahasiswa tidak terbatas pada kegiatan di dalam kelas saja.
"Dalam skema yang baru, mahasiswa diberikan hak untuk secara sukarela (bisa diambil ataupun tidak) melakukan kegiatan di luar program studi, bahkan di luar perguruan tinggi yang dapat diperhitungkan dalam SKD," demikian keterangan resmi Kemendikbud.
Baca juga: Kebijakan Kampus Merdeka, Perguruan Tinggi Bebas Buka Prodi Baru, Asal...
Harapannya, mahasiswa dapat memiliki kebebasan menentukan rangkaian pembelajaran mereka, sehingga tercipta budaya belajar yang mandiri, lintas disiplin, dan mendapatkan pengetahuan serta pengalaman yang berharga untuk diterapkan.
Adapun dasar hukum perubahan SKS adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Perubahan definisi SKS tidak berlaku untuk bidang ilmu S1 Kesehatan. Untuk saat ini, kebijakan tersebut baru berlaku untuk S1 dan politeknik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.