KOMPAS.com - Beberapa hari yang lalu, warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) khususnya di media sosial Twitter diramaikan dengan tanda pagar (tagar) #DIYdaruratklitih.
Dalam tagar itu dinformasikan daftar daerah rawan klitih yang dibuat oleh salah satu akun Twitter. Setelah ditelusuri, tagar itu dibuat oleh salah satu warga Yogyakarta.
Saat dikonfirmasi terkait twit tersebut, pemilik akun @Azharceria10, Azhar Nurrahmat mengaku daftar atau list yang dibagikannya di Twitter tersebut didapatkannya dari pengalaman pribadi dan teman-temannya.
Alasan lain dia membuat tagar dan sampai diretweet ribuan kali tersebut karena dia pernah berhadapan langsung dengan pelaku klitih.
Baca juga: Viral Daerah Rawan Klithih di Yogyakarta, Fakta atau Hoaks?
"Menurut saya itu hoaks, sumber info juga tidak jelas," ujarnya pada Kompas.com, Selasa (4/2/2020).
Sebab, pihaknya tidak pernah mengeluarkan rilis terkait daerah-daerah rawan klitih tersebut hingga viral di media sosial.
Dikutip dari Harian Kompas, 18 Desember 2016, dalam Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, kata klithih tidak berdiri tunggal, tetapi merupakan kata ulang, yaitu klithah-klithih.
Sedangkan kata klithah-klithih itu dimaknai sebagai berjalan bolak-balik agak kebingungan. Sama sekali tidak ada unsur kegiatan negatif di sana.
Namun, kini klithah-klithih merujuk pada tindakan negatif atau dipakai untuk menunjuk aksi kekerasan dan kriminalitas. Bahkan kata itu juga dipakai sebagian yakni menjadi klitih.
Baca juga: #DIYdaruratklitih Ramai di Twitter, Apa Itu Klitih?
Lebih parahnya lagi, klitih kini dijadikan suatu aksi kekerasan oleh remaja di Yogyakarta.
Bahkan beberapa kasus kriminalitas yang merujuk pada klitih, pelakunya masih berusia remaja atau masih berstatus pelajar/siswa sekolah.
Yang paling baru, kasus klitih merenggut korban jiwa yang masih berusia 16 tahun pada 9 Januari 2020. Korban klitih ini menjadi sasaran klitih di daerah Bantul DIY pada Desember 2019 yang lalu.
Dulunya, klitih ini merujuk pada kekerasan di kalangan remaja atau kelompok kriminal pelajar (geng pelajar) di Kota Yogyakarta.
Diberitakan Harian Kompas, geng pelajar ini juga pernah muncul di era 1990-an. Tiga tahun berselang, tepatnya pada 7 Juli 1993, Kepolisian Wilayah (Polwil) DIY mulai memetakan keberadaan geng remaja di Yogyakarta.
Kemudian pada tahun 2000-an, tawuran antarpelajar mulai menggeliat kembali. Hingga membuat was-was Wali Kota kala itu dijabat Herry Zudianto.