KOMPAS.com - Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia kembali mengonsumsi minuman berbal. Contohnya minuman dari jahe, temulawak dan lain sebagainya.
Hal ini tak lepas sejak adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk hidup sehat, salah satunya dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap bugar.
Karenanya, tak heran jika masyarakat mulai menanam tanaman obat atau tanaman herbal agar bisa dimanfaatkan sendiri dan tidak perlu beli.
Terkait hal itu, Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University menggelar webinar seri keempat bertemakan "Budidaya Tanaman Obat", Selasa (7/7/2020).
Baca juga: 18 Herbal Pendongkrak Imun Tubuh dari Akademisi UGM
Acara tersebut mengundang beberapa narasumber peneliti tanaman obat dan aktivis yang berkecimpung dalam industri farmasi khususnya obat herbal.
Prof. Dr. Sandra Arifin Aziz, Peneliti di Pusat Studi Bioinformatika Tropika LPPM dan dosen IPB University dari Divisi Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura membahas terkait peningkatan pemanenan tanaman obat dengan pendekatan ekofisologis.
Dijelaskan, berdasar data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja), masyarakat Indonesia telah meracik ramuan tradisional sendiri tanaman obat dari asal daerahnya.
"Terdapat potensi bagi tanaman yang belum diketahui dapat diteliti khasiatnya dan didomestikasi sebagai tanaman obat," ujarnya seperti dikutip dari laman IPB University, Selasa (7/7/2020).
Adapun optimalisasi pemanenan senyawa bioaktif tanaman obat dapat dilakukan dengan cara peningkatan biomassa tanaman dengan mengubah source and sink pada proses fotosintesis.
Ini dapat diraih dengan cara:
Prof. Sandra menjelaskan langkah-langkah budidaya tanaman obat adalah:
Ia mencontohkan, tanaman Kepel yang merupakan tanaman tahunan yang sering dimanfaatkan mulai dari buah hingga kulit batangnya.
Dengan menentukan jalur biosintesis asam sinamatnya, flavonoid yang terkandung di dalam daun dapat mudah dipanen tanpa menunggu musim panen datang.
Sementara Dr. Waras Nurcholis, dosen IPB University dari Departemen Biokimia yang juga aktif di Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami (Perhipba) berbagi tentang pendekatan biokimia pertanian untuk pengembangan temu hitam unggul sebagai bahan herbal.
Dikatakan, temu hitam memiliki ciri khas berupa bunga berwarna kebiruan dibanding bunga pada temulawak biasa, namun memiliki pola pertumbuhan yang sama.
Temu hitam ini memang tidak popular di kalangan masyarakat sehingga penting bagi peneliti untuk mengembangkan dan mencari khasiatnya.
Baca juga: 7 Tips Tetap Bahagia saat Pandemi dari Akademisi IPB
"Tantangannya tidak berhenti di budidaya tanaman obat, tapi ke depan ketika kita mendesain suatu bahan baku tanaman obat yang unggul melalui budidaya tentu harus ada produk invensi dan inovasi," jelas Dr. Waras.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.