Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar IPB: Dibutuhkan 3 Bumi Untuk Penuhi Kebutuhan Manusia Tahun 2050

Kompas.com - 04/08/2020, 08:15 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah akademisi IPB University menyebut, pada tahun 2050 nanti diperlukan sebanyak tiga bumi untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat, baik untuk bertahan hidup, menghasilkan pangan dan sebagai tempat tinggal.

Sayangnya, jumlah penduduk yang meningkat dan tidak diimbangi dengan peningkatan luas lahan, berpotensi menyebabkan bumi semakin terbatas kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia.

Sekretaris Program Studi Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB University mengatakan, konsumsi penduduk dunia saat ini saja sudah memerlukan sumber daya setara dengan 1,7 bumi.

Baca juga: Peneliti IPB Temukan Obat Herbal Penurun Asam Urat

“Konsumsi penduduk dunia saat ini memerlukan sumber daya setara dengan 1,7 bumi. Jika hal ini terus berlanjut maka tahun 2050 diperlukan sebanyak tiga bumi untuk mencukupi kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan penurunan kualitas lingkungan karena ulah manusia,” ungkap Ekawati dalam kegiatan webinar “Fema Wise” yang digelar oleh Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB, seperti dilansir dari laman IPB.

Salah satu faktor yang dianggap bertanggung jawab atas penurunan kualitas lingkungan tersebut, kata dia, adalah manusia.

Hal lain yang membuat kualitas lingkungan kian memburuk ialah kelompok umur muda dengan kecenderungan tinggi untuk melakukan migrasi ke kota. Sehingga konsumen di kota terus naik, mengakibatkan produksi juga ikut naik.

Baca juga: Pakar IPB: Tiga Tanaman Ini Jadi Formula Obat Herbal Antihipertensi

Masalahnya, terang Ekawati, tidak semua perusahaan atau produsen menggunakan praktik dan perilaku produksi yang berwawasan lingkungan.

Menurunnya jumlah petani

Dosen IPB University di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Dina Nurdinawati menjelaskan, menurut sensus pertanian terjadi penurunan sebanyak 6,37 juta rumah tangga petani hortikultura.

Lenyapnya jutaan petani dalam sepuluh tahun terakhir, kata dia, merupakan pertanda buruk.

"Saat ini petani kita 50,4 persennya berusia 45-64 tahun dengan umur median 50 tahun. Hal ini diperparah dengan terjadinya ketimpangan penguasaan lahan, dengan indeks gini 0,64. Pemuda harus mengoptimalkan potensinya serta bisa hadir menjadi petani model baru,” ungkap Dina.

Baca juga: Minta Maaf, Nadiem Berharap Muhammadiyah, NU dan PGRI Kembali ke POP

Dosen dan juga Kepala Divisi Ilmu Konsumen dan Ekonomi, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB Lilik Noor Yuliati menambahkan, di tahun 2020 diperkirakan peningkatan penduduk kota mencapai angka 56,7 persen.

Menurutnya, perilaku konsumtif dan tidak ramah lingkungan di perkotaan akan terus meningkat seiring terus meningkatnya jumlah penduduk kota.

“Peningkatan penduduk kota menyebabkan peningkatan jumlah limbah, emisi mobil dan sampah. Pada masa pandemi perilaku tidak ramah lingkungan juga meningkat. Seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) sekali pakai, penggunaan sumber energi lebih tinggi dan pola konsumsi meningkat. Secara tidak sadar hal ini tentu akan memberikan dampak negatif pada lingkungan,” ungkap Lilik.

Sementara itu, dosen IPB University lainnya dari Departemen SKPM Bayu Eka Yulian membahas tentang kerusakan lingkungan akibat perkebunan kelapa sawit.

Baca juga: Nadiem Izinkan Dana BOS Dipakai Beli Kuota Internet Siswa dan Guru

Menurutnya, ekspansi perkebunan sawit dalam skala besar menyebabkan perubahan lanskap ekologi. Menyebabkan perubahan tata guna lahan dan sistem mata pencaharian masyarakat.

“Monokulturisasi tanaman menyebabkan pola strategi nafkah masyarakat tidak beragam lagi. Hal ini menyebabkan ketergantungan yang tinggi masyarakat terhadap sawit. Seharusnya ekspansi perkebunan kelapa sawit skala besar juga diikuti oleh ekspansi masyarakat,” tutup Bayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com