KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Satuan Tugas Nasional Covid-19 serta sejumlah kementerian terkait mengumumkan bahwa sekolah di zona hijau dan kuning kini boleh melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Menjawab keresahan berbagai pihak terkait risiko penularan Covid-19 di lingkungan sekolah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud Ainun Naim kembali menegaskan bahwa pembukaan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning harus melalui protokol kesehatan yang ketat.
Ainun juga menyampaikan bahwa Kemendikbud meminta pemerintah daerah untuk mengawasi bagaimana perjalanan siswa dari rumah ke sekolah, termasuk proses pembelajaran di kelas dan jumlah siswa di kelas.
Baca juga: Guru, Ini Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Darurat dari Kemendikbud
"Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag, dan Kemenkes serta Satuan Tugas Penanganan Penyebaran Covid-19 akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Jika ada indikasi tidak aman atau zonanya berubah warna maka sekolah tersebut wajib ditutup,” tegas Ainun dalam konferensi media, Senin (10/8/2020).
Pembukaan kembali satuan pendidikan untuk pelaksanaan tatap muka, kata dia, harus dilakukan secara bertahap.
Untuk satuan pendidikan umum dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) dan SMK, tatap muka dilaksanakan dengan jumlah peserta didik sebanyak 30-50 persen dari kapasitas kelas.
Sementara itu, untuk sekolah luar biasa (SLB) dan pendidikan anak usia dini (PAUD)/taman kanak-kanak (TK), jumlah maksimal di dalam satu kelas sebanyak lima peserta didik.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka, Sekolah Jabar Harus Penuhi 3 Indikator
Selain itu, Ainun juga menekankan bahwa belajar tatap muka di sekolah bukan merupakan kewajiban atau paksaan, melainkan pilihan.
“Keputusan tetap ada di pemerintah daerah, kepala sekolah, komite sekolah, dan orangtua. Namun, hal ini bukan merupakan kewajiban atau paksaan, melainkan pilihan. Tentu berbagai prosedur dan protokol kesehatan harus tetap dijaga dan sekolah harus melaksanakan persiapan sehingga kesehatan siswa tetap terjaga," ujar Ainun.
Bila orangtua masih khawatir akan risiko Covid-19 di sekolah, maka siswa boleh tetap belajar dari rumah. Selanjutnya, sekolah memberikan materi ajar yang dipelajari di sekolah.
"Saya kira banyak cara agar siswa bisa tetap belajar di rumah," papar dia.
Baca juga: Nadiem: PJJ Berkepanjangan Berdampak Negatif bagi Siswa
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga menegaskan bahwa walaupun sekolah di zona hijau dan kuning diizinkan untuk dibuka, hal itu bukanlah kewajiban.
"Mohon dipahami, dengan adanya SKB revisi ini, bagi yang zona kuning dan hijau itu diperbolehkan. Tetapi, walaupun diperbolehkan, kalau pemdanya dan kepala dinasnya atau kanwilnya merasa belum siap, mereka tidak harus mulai pembelajaran tatap muka," terang Nadiem.
Kalaupun pemda dan kepala dinas menyatakan siap membuka sekolah, lanjut Nadiem, masing-masing kepala sekolah dan komite sekolah boleh memutuskan bahwa sekolah belum siap untuk tatap muka.
Bahkan, imbuh dia, walau sekolah telah melakukan pembelajaran tatap muka, kalau orangtua murid tidak memperkenankan anaknya pergi ke sekolah karena tidak nyaman dengan risiko Covid-19, itu adalah hak orangtua untuk memilih pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Baca juga: Ingin Kuliah S1-S2 ke Selandia Baru? Ada Beasiswa Senilai Rp 100 Juta
"Walaupun diperbolehkan di zona hijau dan kuning membuka pembelajaran tatap muka, namun bukan artinya harus. Kita masih mementingkan otonomi dan prerogatif kepala daerah, kepala sekolah, komite sekolah, dan setiap orangtua di Indonesia," kata Nadiem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.