KOMPAS.com - Bangsa Indonesia diprediksi bakal menghadapi bonus demografi pada 20-30 tahun akan datang. Hal itu dapat dilihat karena jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif.
Jumlah usia produktif itu mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Untuk itu, bonus demografi ini bisa menjadi tantangan sekaligus kesempatan besar.
Untuk itulah saat ini perlu disediakan banyak lapangan kerja. Tetapi, lebih penting dari itu pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia yang andal dan siap berwirausaha.
Hal inilah yang kemudian menginisiasi program revitalisasi pendidikan vokasi untuk menciptakan SDM yang dinamis, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berdaya saing global.
Baca juga: Mahasiswa Vokasi Unair Gali Info Seputar Bahasa Mandarin dan Jepang
Melansir laman Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) Kemendikbud, Minggu (1/11/2020), salah satu lulusan Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL), Alfian Jalil berbagi cerita.
Alfian sendiri kini telah sukses meniti karier sebagai general manager di PT Idemitsu Kosan. Menurut dia, pemerintah telah mengambil langkah yang tepat untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusianya.
Hal ini terkait dengan sekolah kejuruan sebagai salah satu solusi bonus demografi bagi Indonesia.
Meski demikian, tenaga kerja yang berlimpah ini harus disesuaikan dengan revolusi dunia industri 4.0 yang menyebabkan banyak peran tenaga manusia digantikan dengan mesin.
"Karenanya, sekolah vokasi itu harus berpikir dengan konsep yang berbeda dibandingkan dengan sebelumnya," ujarnya.
Dia berpendapat, pendidikan vokasi perlu mengembangkan kurikulum pendidikan yang tidak hanya menyiapkan tenaga siap kerja, namun juga mampu berpikir kreatif dengan melihat peluang bisnis yang ada.
"Kalau dulu di sekolah vokasi dididik untuk bekerja di industri, mungkin harus ada tambahan, misalnya dengan mata kuliah how to run the business. Jadi, tidak hanya bekerja di industri, tapi juga percaya diri untuk running bisnis sendiri," jelas Alfian.
Dengan mindset entrepeneurship inilah, lulusan vokasi diharapkan tidak hanya mampu bersaing di dunia usaha dan dunia industri, melainkan juga mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Harapan lain, tentunya akan membantu menekan angka pengangguran yang terus meningkat, serta menjadi solusi atas kekhawatiran tenaga manusia yang berpotensi digantikan dengan sistem robotik di masa depan.
Sementara Asep Faridudin selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas dan Hubin SMKN 1 Kota Garut, Jawa Barat menyatakan, pihaknya terus menjalin kerjasama dengan industri.
Menurut Asep, jika tujuannya hanya sektor industri, maka lulusan vokasi dipastikan tidak dapat terserap seutuhnya.
"Ketika kita mengatakan dunia industrinya masih kurang, mereka mengatakan harusnya anak-anak SMK itu lebih banyak dididik, dibina, dan dipersiapkan untuk wirausaha," ungkapnya.
Baca juga: Dirjen Vokasi: Saatnya Ubah “Mindset” Petani Pekerja Jadi Petani Entrepreneur
Dia berharap:
1. Ke depannya semakin banyak sekolah kejuruan yang menyadari pentingnya pendidikan entrepreneurship untuk membekali lulusannya.
2. Pemerintah dapat menjembatani lembaga dan sekolah di dalam negeri agar memiliki peluang untuk bekerja secara profesional di luar negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.