Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curahan Hati Guru dan Orangtua soal Pembelajaran Jarak Jauh

Kompas.com - 28/01/2021, 20:25 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

KOMPAS.com - Hampir satu tahun pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilakukan guna mencegah penularan Covid-19 di lingkungan sekolah. Meski kesehatan siswa, guru dan orangtua adalah yang utama, PJJ tak terlepas dari beragam kendala.

Dengan tidak adanya pembelajaran tatap muka, banyak pihak yang mengkhawatirkan dampak negatif PJJ terlalu lama. Pemerintah sendiri melihat ada tiga kategori dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh ini.

Kategori pertama adalah ada ancaman anak putus sekolah. Di mana anak terpaksa bekerja membantu orang tuanya yang terdampak pandemi. Lalu ada juga orang tua yang tidak melihat peran guru kalau tidak ada pembelajaran tatap muka.

Baca juga: BUMN Ini Buka 24 Lowongan untuk Lulusan SMK, D3, dan S1

Lalu kategori ke dua adalah kendala tumbuh kembang anak. Mulai dari adanya kesenjangan capaian belajar anak, tidak optimalnya pertumbuhan terutama di usia-usia emas seperti PAUD. Sampai kekhawatiran adanya risiko learning loss.

Pada kategori ketiga, pembelajaran jarak jauh ini berdampak pada tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga. Terjadinya anak stres karena tidak dapat berinteraksi dengan guru, teman dan lingkungannya. Lalu, tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak kekerasan dalam rumah tangga yang tidak diketahui oleh guru.

60 persen siswa tidak fokus saat PJJ

Meski ada sejumlah risiko yang dikhawatirkan akibat PJJ terlalu lama, menurut salah seorang guru di SMA YWKA Bandung Rifal Rinaldi, justru secara keseluruhan yang ia lihat, tidak ada penurunan signifikan pada capaian akademis.

Baca juga: KIP Sekolah Sasar 17,9 Juta Siswa di 2021, Ini Besaran Dana Bantuan

Kondisi ini, lanjut dia, membuktikan bahwa sebenarnya siswa dapat beradaptasi dengan kondisi PJJ ini.

“Penurunan nilai tidak terjadi secara signifikan,” ungkap Rifal, dalam siaran pers Kelas Pintar yang diterima Kompas.com, Kamis (28/1/2021).

Meski begitu, ia mengakui ada dampak lain yang muncul dengan adanya PJJ ini yang bukan berkenaan dengan nilai, melainkan pada karakter siswa.

Rifal mengakui bahwa adanya penurunan respek atau rasa hormat siswa terhadap gurunya karena memang kuantitas pertemuan yang sangat minim. Hal ini kemudian yang membuat, ia sering ‘kehilangan’ fokus siswanya saat PJJ.

Kondisi serupa dirasakan oleh Meilin, orang tua siswa SMP di Jakarta Timur. Menurutnya, sekolah dalam proses pembelajaran jarak jauh harus dapat memberikan motivasi pada murid agar tidak malas belajar dan tidak membosankan.

Baca juga: Cara Cek Siswa Penerima Kartu Indonesia Pintar untuk SD-SMA

“Saya melihat, anak saya dengan PJJ ini tambah malas, malah ibunya yang tambah rajin, tambah pintar. Kalau pun ada kelas virtual, tidak sepenuhnya anak itu fokus mengikuti pelajaran. Terkadang sibuk dengan smartphone-nya sehingga kurang memperhatikan guru yang sedang menjelaskan,” ungkap Meilin.

Ditambah lagi, sering kali putrinya malas untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sampai dirinya sering mendapatkan teguran dari wali kelas karena putrinya belum menyerahkan tugas.

“Setelah dapat teguran, baru deh, anak saya mengerjakan tugasnya. Kadang bertumpuk sampai 4-5 tugas,” cerita Meilin dalam Podcast Telset yang digelar pada Selasa, 26 Januari 2021.

Meilin berharap, bahwa selama PJJ ini, guru dapat memberikan materi pelajaran dengan lebih interaktif dan tidak membuat bosan sehingga siswa pun dapat lebih bersemangat dan fokus ketika belajar.

Baca juga: Seperti Ini Cara dan Syarat Dapatkan Kartu Indonesia Pintar

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau