Menanggapi hal tersebut, Rifal mengatakan, sebagai guru sudah berusaha maksimal agar siswa memperhatikan materi yang diajarkan. Namun, tetap sulit untuk bisa mendisiplinkan siswa ketika melakukan pembelajaran secara virtual.
"Yang bisa kami lakukan hanya coba berkoordinasi dengan orang tua untuk bisa melakukan pendampingan belajar mulai dari jam 7 sampai jam 11. Boleh orang tua, kakak, saudara atau siapapun saja. Yang penting ada yang mendampingi sehingga siswa pun dapat mengikuti pelajaran dan memahami materi," paparnya.
Rifal juga menambahkan bahwa sekitar 60 persen siswa yang melakukan PJJ tidak fokus, seperti yang dikeluhkan oleh Meilin.
Walau demikian, guru juga terus mencari formula yang tepat agar siswa bertambah fokus dan maksimal dalam belajar jarak jauh ini.
Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, Rifal menyebutkan bahwa sekolahnya melakukan home visit. Home visit ini dilakukan oleh wali kelas atau guru BK untuk mencari tahu dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan siswa.
Masalahnya, untuk siswa SMA, agak sulit juga kalau orang tua harus membantu putra putrinya untuk belajar. Maklum saja, materi yang dipelajari juga jauh lebih sulit ketimbang untuk siswa SD maupun SMP.
“Jadi, home visit ini, bagi kami sangat bermanfaat," tuturnya.
Baca juga: 100 Kampus Negeri dan Swasta Terbaik Indonesia Versi Webometrics 2021
Head of Academic dari Kelas Pintar Maryam Mursadi mengatakan dampak negatif dari pembelajaran jarak jauh atau e-learning ini tidak bisa dihindari.
“Kondisi sarana dan prasarana yang tidak merata di setiap daerah, juga menjadi penyebab munculnya dampak negatif tersebut,” ungkap Maryam.
Menurutnya, guru dan orang tua harus re-orientasi tentang pembelajaran jarak jauh ini. Guru dan orang tua harus paham bahwa, PJJ ini tidak sama dengan pembelajaran tatap muka, bahkan sangat berbeda. Ini yang perlu dipahami.
Untuk mengatasi permasalahan yang muncul karena PJJ, ia mengatakan, guru dan orangtua bisa menambahkan pembelajaran interaktif seperti ebook, animasi atau video yang berisikan materi pelajaran, seperti yang disajikan Kelas Pintar.
“Ini yang kami sebut dengan Scaffolding. Di mana anak belajar bukan hanya dari 1 sumber saja, dari guru saja, tetapi bisa juga dari teman, orang tua dan sumber lain-lain,” ujar Maryam.
Untuk mengatasi anak malas, atau tidak termotivasi. Biasanya anak itu akan termotivasi itu jika ada reward dan punishment.
“Lalu kalau guru, kita nih lagi jaman susah nih, internet susah, kita maklumin saja. Nah, itu tidak boleh. Ini merupakan bagian dari pembangunan karakter. Ini pun dapat menjadi motivasi bagi siswa dan membiasakan siswa untuk belajar secara mandiri,” ujar Maryam menegaskan.
Sedangkan untuk pembangunan karakter siswa, menurut Maryam, dengan adanya “reward and punishment” bisa membantu masalah tersebut.
“Guru harus cukup tegas memberlakukannya. Cara tersebut juga dapat memotivasi siswa untuk bisa belajar mandiri. Walaupun, pembangunan karakter ini tidak dapat serta merta terbentuk, tetapi dapat membentuk karakter siswa di kemudian hari,” ujar Maryam.
Di Kelas Pintar sendiri, kata dia, untuk pembangunan karakter ini ada dalam latihan soal atau test. Terutama dalam soal-soal yang masuk dalam kategori HOTS atau High Order Thinking Skill.
Jadi bukan sekedar soal esai atau pilihan ganda saja. Tetapi juga studi kasus yang bisa disampaikan guru dalam tugas pada siswa dan dikerjakan secara berkelompok.
“Jadi proses pembelajaran jarak jauh ini tidak hanya satu arah saja, bisa lebih interaktif dan tentunya akan membantu guru karena penyerahan hasil tugas juga jumlahnya berkurang, tetapi siswa semuanya bisa mendapatkan nilai. Yang lebih penting, siswa dapat ”, ujar Maryam menambahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.