Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Program Pintar
Praktik baik dan gagasan pendidikan

Kolom berbagi praktik baik dan gagasan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Kolom ini didukung oleh Tanoto Foundation dan dipersembahkan dari dan untuk para penggerak pendidikan, baik guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dosen, dan pemangku kepentingan lain, dalam dunia pendidikan untuk saling menginspirasi.

Strategi Memastikan Intoleransi di Sekolah Tidak Terulang

Kompas.com - 01/02/2021, 14:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Titien Suprihatien I Guru SMPN 11 Batanghari, Jambi

KOMPAS.com - Agama mengajarkan akhlak mulia, kebaikan, saling menghormati, dan toleransi dengan sesama manusia. Namun sikap intoleransi kerap justru malah datang dari kesombongan individu.

Seperti kejadian intoleransi di SMKN 2 Padang bukanlah satu-satunya kasus intoleransi yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia dan harus kita pastikan agar tidak terulang lagi.

Bentuk intoleransi di sekolah

Kita perlu mengidentifikasi segala bentuk intoleransi yang kemungkinan bisa terjadi di lingkungan sekolah, seperti:

1. Mewajibkan siswa berbeda agama mengikuti mata pelajaran agama tertentu

Setiap manusia butuh memupuk keimanan sesuai agama yang dianut. Guru tidak berhak mempengaruhi keimanan siswa dengan memaksa mereka mengikuti mata pelajaran agama tertentu.

Guru seharusnya menjadi teladan bagi siswa-siswinya. Memperlihatkan akhlak yang baik, cinta kasih, dan mendoakan seluruh siswanya.

2. Wajib ikut ritual keagamaan tertentu

Guru tidak berhak memaksa siswanya untuk melakukan ritual agama tertentu di sekolah. Apalagi sampai memberikan sanksi khusus bagi yang tidak mengikutinya.

3. Memukul rata kewajiban siswa mampu dan tidak mampu

Tidak semua manusia terlahir dari keluarga mampu. Ada diantara mereka yang harus berjalan kaki untuk sampai ke sekolah, ada yang harus menambal sendiri seragam sekolah atau tasnya. Bahkan ada pula yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke kantin sekolah.

Beberapa program sekolah kadang membuat mereka makin tidak berdaya. Maka dari itu, pihak sekolah harus mempertimbangkan baik-baik setiap program sekolah yang akan dibuat, apakah sesuai atau tidak dengan kondisi siswa-siswinya.

Baca juga: Dukung Mas Menteri Menghapus Dosa Intoleransi Pendidikan Kita

Solusi menumbuhkan karakter toleransi

Agar karakter toleransi menjadi pembiasaan berkembang di sekolah, berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan sekolah.

1. Berikan dispensasi bagi siswa berbeda agama untuk tidak ikut belajar agama yang bukan dianutnya. Sediakan guru yang seiman.

Kalau memang tidak ada, siswa tersebut bisa diberikan kegiatan lain seperti membaca buku di perpustakaan, membantu kegiatan di UKS, atau kegiatan positif lainnya di sekolah.

2. Lakukan sosialisasi rancangan program keagamaan sekolah kepada orangtua siswa. Minta dukungan orangtua untuk terus mendukung keberagaman yang ada di sekolah.

3. Berikan dispensasi dan kemudahan pada siswa yang tidak mampu. Jadikan hal itu rahasia sekolah agar tidak melahirkan bullying kepada sang anak.

Baca juga: Mendikbud Diminta Berantas Praktik Intoleransi di Sekolah

Strategi mencegah intoleransi

Ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan pihak sekolah agar dapat menghindari timbulnya kasus intoleransi di tengah siswa-siswinya. Apa saja?

1. Hindari "copy paste" program sekolah

Sikap intoleransi di sekolah terkadang muncul karena aturan yang ada di sekolah adalah aturan "copy paste" program sekolah dari tahun ke tahun. Sehingga aturan sekolah menjadi tidak adaptif dan tidak sesuai dengan kondisi yang ada.

2. Harus ada dorongan dari pihak pemerintah.

Misalnya, memastikan manajer sekolah yang ditunjuk mampu memimpin dan bekerja sama dengan tim di sekolahnya. Manajer sekolah wajib membangun kerja sama dan tidak mengambil inisiatif sendiri ketika membuat program sekolah.

3. Berbasis data siswa

Sekolah juga harus lebih teliti mendata identitas siswa agar kebutuhan belajar mereka sesuai dengan aturan yang dibuat. Libatkan komite sekolah untuk memastikan aturan tersebut dibuat bersama dan berjalan dengan baik.

4. Melibatkan orangtua

Sekolah juga harus bekerja sama dengan orangtua siswa untuk memastikan bahwa aturan yang mereka buat dapat menumbuhkan karakter disiplin pada siswa dengan tidak mengabaikan karakter toleransi.

Memastikan intoleransi tidak terjadi di sekolah adalah tanggungjawab semua semua warga sekolah. Butuh kerja sama dari semua pihak untuk berbenah agar karakter toleransi menjadi pembiasaan di sekolah.

Mengaplikasikan akhlak yang baik pada setiap individu dapat membuat keberagaman bangsa ini menjadi Indah. Semoga tidak lagi terjadi intoleransi dalam dunia pendidikan kita.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau