Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakornas Perpustakaan 2021, Kaperpusnas: Pengentasan Minat Baca Rendah Baru di Sisi Hilir

Kompas.com - 22/03/2021, 10:30 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Solusi mengentaskan rendahnya minat baca Indonesia menjadi pokok bahasan Rapat Koordinasi Nasional Bidang Perpustakaan yang secara resmi telah dibuka hari ini, Senin 22 Maret 2021 dan akan berlangsung sampai 23 Maret 2021.

Tahun ini, Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang diadakan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengangkat tema "Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural."

Dalam sambutan pembukaan, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bundo menegaskan peran penggiat literasi, termasuk pustakawan terus mengalami transformasi seiring perubahan zaman.

"Cara pandang kita terhadap perpustakaan di era abad 18, ketika para raja menugaskan para pembantu-pembantunya (pustakawan) mengumpulkan bahan perpustakaan sebagai bukti para raja adalah ekslusif," ungkap Syarif Bundo.

Baca juga: Literasi Digital, Ini Cara Lindungi Data Diri agar Tak Disalahgunakan

"Kalau itu masih dilakukan (perpustkaan bergaya eksklusif), maka profesi pustakawan akan hilang dari muka bumi," tegas Kepala Perpusnas.

Memasuki abad 19, pekerjaan pustakawan pun, jelas Syarif Bundo, masih seputar mengumpulkan koleksi, menata buku dan menghitung data pengunjung.

"Tugas kita hari ini adalah transfer knowledge lewat jutaan atau milayaran data yang dimiliki perpustakaan," tegasnya.

Salah satu pokok soal penting dalam meningkatkan indeks kegemaran minat baca masyarakat Indonesia adalah masih adanya stigma bahwa penyelesaian persoalan yang masih berkutat pada sisi hilir literasi.

"Kenapa bersoal? Karena berpuluh tahun kita hanya berkutat pada sisi hilir, masyarakat yang dihakimi rendah budaya bacanya," ungkap Syarif Bundo.

Kaperpusnas melanjutkan, "persoalan kita adalah kekurangan bahan bacaan. Rasio jumlah penduduk dan buku yang beredar adalah 0,09. Itu artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang sehingga menjadi persoalan."

"Inilah yang paling mendasar mengapa budaya membaca rendah," Syrif Bundo kembali menegaskan.

Padahal, secara ideal menurut data UNESCO, setidaknya angka ideal ketersediaan buku adalah minimal 3 buku untuk setiap orang dalam setiap tahunnya. Bahkan, tambahnya, beberapa negara yang maju saat ini angka ketersediaan buku mencapai 15 buku untuk setiap orang.

"Inilah menurut kami yang menjadi fakta indeks pembangunan, indeks kompetisi, rasio pendapat, indeks kebahagiaan dan indeks inovasi rendah secara global," jelas Kaperpusnas.

Untuk itu, Kepala Perpustakaan Nasional mendorong pentingnya kerja sama dari sisi hulu literasi yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pakar/akademisi, profesional, penulis dan juga penerbit. 

"Salah satu cara paling bisa ditempuh, Bupati, Gubernur menuliskan/menghadirkan buku yang sesuai dengan lokal konten; asal usul budaya, asal usul geografis, potensi wilayah, potensi sumber daya alam, atau sumber pariwisata," saran Syarif Bundo.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau