KOMPAS.com - Lebih dari satu tahun masyarakat dunia berhadapan dengan Covid-19. Namun, di satu sisi masih banyak informasi yang justru menyesatkan.
Atau bisa dibilang, ada banyak kabar bohong atau hoaks seputar virus SARS Cov-2 ini. Adanya disinformasi tersebut banyak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Pakar Alergi Imunologi, Deshinta Putra Mulya, dan Pakar Pulmonologi, Ika Trisnawati dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan banyak bermunculan hoaks seputar vaksin di tengah pelaksanaan program vaksinasi nasional Covid-19. Apa saja kabar kebohongan tentang vaksin? berikut rangkumannya:
1. Vaksin Covid-19 membahayakan
Ia menegaskan jika hal tersebut tidak tepat, sebab dalam pembuatan vaksin telah melalui serangkaian penelitian panjang baik untuk melihat kemampuan membentuk antibodi, efek samping, hingga efikasi.
"Jadi, pernyataan vaksin Covid-19 berpotensi membahayakan itu tidak benar karena sudah melalui penelitian yang panjang dan setelah diberikanpun dilakukan observasi lagi," ujar Pakar Alergi Imunologi, Deshinta Putra Mulya, saat menjadi pemateri di webinar bertajuk Mitos Vs Fakta Seputar Covid-19: Pencegahan, Vaksin, Diagnosis, dan Terapi pada Rabu (24/3/2021) oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM.
2. Vaksin moderna dirancang untuk mengubah DNA manusia dan vaksin Covid-19 memiliki chip untuk melacak orang
"Tidak benar vaksin Covid-19 ada chipnya, tidak bisa chip dimasukan melalui injeksi," tutur Deshinta.
Baca juga: Pakar UGM: Sekolah Tatap Muka Lebih Menguntungkan
3. Vaksin Covid-19 telah bermutasi menjadi ribuan Covid-19 baru di seluruh dunia
Deshinta menjelaskan jika hal tersebut tidak benar, sebab virus Covid-19 dalam vaksin telah dimatikan sehingga tidak akan menimbulkan mutasi.
"Lalu, tidak perlu mematuhi protokol kesehatan setelah divaksin Covid-19 itu juga salah karena antibodi tidak langsung terbentuk setelah vaksin. Selain itu, efikasi masing-masing vaksin beda, tidak ada yang 100 persen sehingga masih ada peluang terinfeksi," papar Deshinta.
4. Pasien Covid-19 tidak dapat lagi terinfeksi kembali karena sudah memiliki kekebalan
Sementara Pakar Pulmonologi, Ika Trisnawati yang ikut menjadi pemateri, menyampaikan dari awal penyebaran virus corona baru hingga saat ini banyak beredar hoaks melalui berbagai platform media. Hoaks terbaru mengenai hal ini, disebutnya tidak benar.
Karena, meskipun sudah ada kekebalan tetapi kekebalan akan turun setelah 2-3 bulan dan saat terjadi penurunan bisa berisiko terinfeksi lagi.
5. Minum mecobalamin dapat mengobati anomsia sebagai gejala Covid-19
Ika menjelaskan informasi minum mecobalamin dapat mengobati anomsia sebagai gejala Covid-19 tidaklah benar. Sebab, pengobatan untuk anosmia tidak menggunakan jenis obat-obatan tersebut.
6. Obat herbal China Lianhua Qingwen bisa sembuhkan Covid 19
Demikian halnya dengan penggunaan obat herbal China Lianhua Qingwen tidak dapat membantu mengurangi perburukan kondisi Covid-19.
"Sebenarnya Lianhua itu obat herbal yang memiliki kandungan untuk turunkan demam, bersihkan dahak saluran pernafasan, meringankan nyeri tenggorokan. Obat ini memang bisa membantu tapi bukan mengurangi perburukan kondisi pasien Covid-19," jelas Ika.
Baca juga: 2.069 Calon Mahasiswa UGM Jalur SNMPTN 2021, Daftar Ulang hingga Tanggal Ini
7. Mutasi virus Covid-19 sangat mematikan
Ika mengatakan informasi tersebut tidaklah tepat. Dari sejumlah penelitian diketahui mutasi virus Covid-19 memang terbukti memiliki daya infeksi yang lebih besar.
Namun begitu, belum terdapat bukti ilmiah yang menyebutkan mutasi Covid-19 menjadi sangat mematikan.
"Mutasi terbukti mudah menularkan, tetapi belum ada laporan kalau mutasi menjadi sangat mematikan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.