Jika kebijakan ini terus menerus terjadi, maka akan tercipta budaya baru dimana guru merasa percaya diri dan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan atas praktik pengajaran selama ini.
"Guru akan menjadi pelaku utama bagi pengembangan siswanya secara holistik karena gurulah yang paling memahami kondisi mental dan kompetensi siswanya," tegas Rizal.
Selain itu, pembentukan komunitas guru yang saling berbagi praktik pengajaran dan mendukung satu sama lain dalam rangka mempertahankan standar kualitas pengajaran yang tinggi perlu dilakukan untuk memberikan kebanggaan atau kepuasan pada profesi guru, kepuasan pada lingkungan kerjanya dan kepercayaan diri.
Sayangnya, tambah Rizal, komunitas guru seperti KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), KKS (Kelompok Kepala Sekolah), lebih banyak dipakai untuk menyeragamkan proses belajar antar sekolah serta capaian belajar yang diharapkan dari siswa didiknya.
Sehingga, guru-guru secara tidak sadar terbentuk rasa tidak memiliki kewenangan untuk pengetahuan dan kompetensi profesionalismenya.
Hal itu diakibatkan tuntutan yang terlalu fokus pada pemenuhan administrasi oleh pemerintah daerah. Kondisi inilah yang perlu dibongkar agar guru tidak terkukung dalam budaya feodalisme standarisasi.
Baca juga: Seleksi Guru PPPK 2021, Nadiem: Kita Butuh 1 Juta Guru ASN di Sekolah Negeri
Di lapangan, guru lebih banyak mengeluhkannya karena program baru berarti penambahan beban administrasi baru, seperti program Sekolah Adiwiyata, Sekolah HAM, dan berbagai macam program lain.
Program yang tidak berdampak pada peningkatan profesionalisme pengajaran guru serta memberikan kontribusi langsung pada hasil belajar siswa, dinilai Rizal lebih memiliki tujuan politis.
“Pola pengembangan profesionalisme guru seperti ini akan berdampak pada kualitas hasil belajar siswanya. Dengan bukti, stagnannya kemampuan literasi penalaran siswa kita selama 20 tahun sejak era reformasi,” ungkap Nur Rizal.
Oleh karenanya, dalam acara yang menjadi tindak lanjut penggerak GSM dari widyaiswara Cianjur, Iip Ichsanuddin, Gerakan Sekolah Menyenangkan ingin mengingatkan cara-cara lama tentang pengembangan guru harus diubah secara mendasar.
Baca juga: Memuliakan Guru, Kunci Sukses Reformasi Pendidikan
GSM mengajak pemerintah berperan lebih dalam memfasilitasi dan menciptakan iklim untuk mewujudkan pengembangan profesionalisme guru yang baru ini.
"Jika profesionalisme guru yang baru ini diterapkan secara konsisten, maka akan tercipta budaya guru yang sadar dan mampu untuk merevisi pengajarannya terus menerus bagi peningkatan kualitas hasil belajar siswa," jelas Rizal.
Ia menambahkan, "guru akan menjadi fasilitator yang mendorong siswanya dalam proses belajar, menemukan solusi-solusinya sendiri dan berfokus pada penalaran dan analitis, bukan di konten kurikulum."
“Peran guru di masa depan bukan hanya mengajar atau menyelesaikan materi kurikulum, tetapi meneladani dan menjadi among bagi pengembangan individual siswanya, seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara,” pungkas Nur Rizal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.