"Saat ini belum ada produk yang mengintegrasikan deteksi kerumunan dengan pemetaan yang juga disertai dengan adanya peringatan dini. Biasanya deteksi kerumunan dengan memakai sensor proximity menggunakan perangkat pengguna seperti smart phone," ungkap Zulfa.
Baca juga: Kisah Syafiq, Mahasiswa Jadi Relawan Penjemput Jenazah Covid-19
Najmuddin menambahkan, pengembangan Syncrom berawal dari keprihatian terhadap masih banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di masyarakat. Khususnya terkait menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Sementara ketaatan mengimplementasikan protokol kesehatan (prokes) sangat penting untuk mencegah penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas.
"Saat ini masih saja terjadi banyak pelanggaran prokes termasuk soal jaga jarak dan menghindari kerumunan karena pemantauan aparat kurang maksimal. Kami berinisiatif mengembangkan alat deteksi ini guna memudahkan petugas dalam pemantauan dan segera melakukan penindakan," paparnya.
Dalam pengembangan prototipe alat deteksi kerumunan ini, tim masih menggunakan web cam, belum memakai CCTV karena adanya keterbatasan dana.
Baca juga: Siswa, Ini Lho 5 Fakta Menarik tentang Bahasa Indonesia
Namun hasilnya dapat memantau keumunan secara optimal dan akurat. Sistem yang mulai dikembangkan sejak bulan Juni 2021 lalu ini telah diujicobakan di lapangan. Hasilnya, memiliki akurasi lebih dari 75 persen dalam mendeteksi kerumunan di suatu ruangan.
"Walau dengan web cam bisa dihasilkan akurasi yang cukup bagus untuk mendeteksi kerumunan dengan resolusi gambar menengah dan rendah. Kedepan akan dikembangkan menggunakan kamera CCTV beresolusi tinggi agar hasil bisa lebih akurat," papar Najmuddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.