KOMPAS.com - Dalam kehidupan bersosialisasi antarteman bisa saja terjadi salah paham yang berujung mengecewakan salah satu atau banyak pihak.
Meski interaksi di sekolah maupun kampus belum ada, salah paham ini bisa saja terjadi saat berinteraksi di media sosial.
Ketika seseorang membuat kesalahan, bisa menimbulkan kekecewaan mendalam bagi orang lain dan berujung pada suatu tindakan yang kurang bagus.
Dalam akun Instagram Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dua Dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya M Novvaliant dan Thobagus M Nu'man menerangkan soal kondisi cancel culture.
Baca juga: Mahasiswa Unair Manfaatkan Kulit Pisang untuk Perawatan Luka Modern
Dilansir dari akun Instagram UII Yogyakarta, Senin (23/8/2021), kondisi cancel culture ini merupakan keadaan saat seseorang melakukan tindakan yang dianggap mengecewakan bagi banyak orang hingga diusir dari lingkup sosialnya.
Keadaan seperti ini bisa saja terjadi. Namun dari kacamata psikologi, ada alasan kenapa sebagian orang bisa melakukan cancel culture tersebut.
1. Menaikkan status sosial
Menaikkan status sosial dengan menjatuhkan orang lain.
2. Menjatuhkan status sosial seseorang yang dianggap musuh
Menyiarkan keburukan orang lain adalah cara termudah untuk menjatuhkan status sosial orang lain.
3. Menguatkan ikatan sosial
Meningkatkan status anggota kelompok karena menyuarakan kebenaran dan mendekatkan antaranggota kelompok.
Baca juga: Daikin Buka Lowongan Kerja Lulusan SMA/SMK dan D3/S1, Cek Syaratnya
4. Memaksa musuh untuk menampakkan jati dirinya
Mengidentifikasi siapa saja individu yang mendukung pelanggaran.
5. Cara cepat untuk menerima imbalan sosial