Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirjen Vokasi: Indonesia Perlu 4 Juta "Entrepreneur" untuk Masuk Top 5 PDB Dunia

Kompas.com - 04/09/2021, 10:04 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Jumlah wirausahawan di Indonesia dinilai masih lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek terus mendorong insan vokasi untuk mengembangkan kewirausahaan.

Selama ini kewirausahaan telah menjadi tipikal dari kegiatan pembelajaran di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

Materi pembelajaran kewirausahaan hadir di semua kurikulum di Indonesia sejak belasan tahun lalu, namun jumlah wirausahawan di Indonesia masih kurang dibandingkan dengan negara tetangga.

“Jumlah wirausahawan Singapura mungkin sudah di atas 10 persen, kita masih di angka 3 persen,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sakarinto dalam webinar "Menuju Entrepreneurial University, Mencetak Lulusan Siap Berwirausaha" yang diselenggarakan Direktorat Mitras DUDI, Jumat (3/9/2021).

Menurut Wikan sebaiknya insan vokasi jangan terlena mata kuliah kewirausahaan hingga pusat inkubasi bisnis yang telah ada di setiap perguruan tinggi.

Wikan mengatakan transformasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan 4.000.000 pengusaha baru, sebagai syarat Indonesia untuk benar-benar menjadi lima besar PDB terbesar di dunia.

"Lakukan perubahan atau transformasi setelah ikut seminar ini. Jangan berhenti pada euforia atau mungkin kesadaran sejenak, tetapi nanti lupa bertransformasi, nanti lupa mengeksekusi," tegas Wikan.

Wikan mengatakan dalam pengajaran nilai kewirausahaan, sering kali insan vokasi langsung membuat purwarupa atau prototype. Insan vokasi membuat produk, tapi belum memastikan pembelinya.

Baca juga: Ganjar Pranowo Dorong Mahasiswa Vokasi Berani Jadi Entrepreneur

 

Insan vokasi seharusnya terlebih dahulu melakukan riset pasar, yakni pihak pembelinya, jumlah yang dibeli, harga, hingga durasi produk berada di pasar kalau nanti laku.

Wikan mengungkapkan saat ini telah banyak sekolah menengah kejuruan maupun perguruan tinggi yang telah membuat berbagai mesin hingga kendaraan listrik, namun masih terganjal dalam aspek penjualan.

Menurut Wikan harus ada pembenahan urutan dalam pengembangan kewirausahaan di perguruan tinggi.

Toronata Tambun, founder Aren Energy Investment, mengungkapkan ada perguruan tinggi di Amerika Serikat yang 73 persen lulusannya sukses menjadi wirausahawan atau entrepreneur.

Kesuksesan mereka terlihat dari keberhasilan mempertahankan usahanya hingga tahun kelima. Sebanyak 90 persen perusahaan yang dipimpin oleh perempuan dari lulusan perguruan tinggi ini juga sukses hingga tahun kelima.

Meski begitu, alumnus Harvard Business School ini mengungkapkan beberapa fakta yang pahit terkait dunia bisnis.

Toronata mengungkapkan terdapat 90 persen startup yang gagal di dunia, sedangkan 75 persen startup yang dimodali oleh venture capital juga gagal. Kurang dari 50 persen startup yang sampai tahun kelima.

Bahkan, kata Toronata, hanya sepertiga dari startup tersebut yang sampai tahun ke-10.

"Dan yang paling menyedihkan hanya kurang dari 40 persen yang actually punya profit. Selebihnya hanya bakar uang melulu, tidak sampai selesai terus-terusan bakar uang," tutur Toronata.

Toronata mengungkapkan 82 persen bisnis yang gagal biasanya disebabkan oleh masalah cash flow. Perusahaan yang paling banyak gagal justru di industri digital.

Lulusan MIT Sloan School Management ini mengatakan sebenarnya hanya 7 persen orang yang bisa menjadi pengusaha. Mahasiswa, dosen, dan peneliti 100 persen bisa menjadi wirausahawan jika memiliki entrepreneurial mindset.

"Opportunity based entrepreneur, jadi orang yang didesain oleh politeknik, sekolah vokasi," kata Toronata.

Koordinator Pengembangan Produk dan Jasa Badan Pengelola Usaha Polman Bandung Otto Purnawarman menekankan pentingnya penanaman entrepreneurial behaviour.

Menurutnya, perguruan tinggi dalam menjalankan program kewirausahaan talentnya bisa dipilih. Otto menjelaskan bahwa Polman Bandung menerapkan Production Base Education (PBE), yang terdiri dari kurikulum, teori, dan praktik.

Baca juga: Merdeka Energi, Vokasi UGM dan SUN Energy Kembangkan Teknologi Panel Surya

"Teorinya terstruktur, maka praktiknya ini harus produk yang dijual di pasar, tapi bisa diatur oleh kurikulum. Polman sampai sekarang membuat model integrasi soal ini," ungkap Otto.

Owner PT Ristekindo Cipta Global Rida Sakra Muhammad menilai Production Based Education merupakan hasil tempaan yang baik bagi mahasiswa.

Melalui Production Based Education tersebut Rida mengaku mendapatkan hard skill, bagaimana cara berkreasi, dan keahlian. Meski begitu, Rida menilai PBE masih kurang dalam hal penjualan.

Alumnus Polman Bandung tersebut meminta kurikukum kewirausahaan tidak hanya berdasarkan teori, tapi juga lebih banyak ke sharing session atau dalam bentuk kuliah umum bersama alumni dan pihak dunia usaha dan dunia industri.

Menurut Rida hal ini dapat dilakukan sesering mungkin, agar para mahasiswa terus tertanam jiwa kewirausahaannya. Menjadi pengusaha, menurutnya, merupakan doktrin, sehingga harus terus ditanamkan jiwa entrepreneurnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com