KOMPAS.com - Batik merupakan kain hias nusantara yang sudah ada sejak dulu. Karena keunikannya, batik juga sudah ditetapkan Unesco menjadi telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.
Batik dibuat dengan cara melukis kain menggunakan canting dan cairan lilin malam sehingga membentuk lukisan bernilai seni tinggi.
Hingga saat ini batik terus diproduksi. Untuk pewarnaannya, batik ada yang menggunakan pewarna alami dan pewarna sintetis.
Pewarna batik alami biasanya menggunakan soga, indigo, kunyit, daun mangga hingga kulit manggis.
Baca juga: Anak Usaha Kimia Farma Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan D3, Yuk Daftar
Namun Himpunan Mahasiswa Profesi Teknik Kimia (HMPTK) Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (FT Unnes) berhasil memanfaatkan limbah mangrove bisa menjadi bahan pewarna batik alami.
Temuan Himpunan Mahasiswa Profesi Teknik Kimia FT Unnes ini berhasil menerima dana hibah Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) tahun 2021 dari Kemendikbud Ristek.
Ketua HMPTK Tasya Larasati Dwi mengatakan, pemanfaatan limbah mangrove ini dilatarbelakangi banyaknya serasah dari mangrove yang berserakan.
Seperti daun dan buah yang jatuh dari pohon, tanaman mangrove yang mati, kotornya lahan penanaman khususnya di wilayah Ekowisata Mangrove Kelurahan Manginharjo, Tugu, Semarang.
"Untuk meminimalisasi sampah tersebut, kami dari HMPTK berinisiatif untuk menjadikan sampah tersebut menjadi menjadi pewarna alami yang nantinya akan digunakan dalam pewarnaan batik dari motif batik cap Mangrove UMKM Srikandi, Mangunharjo, Tugu Semarang," terang Ketua HMPTK Tasya seperti dikutip dari laman Unnes, Rabu (1/12/2021).
Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini 10 Alasan Memilih Jurusan Desain Produk
Tak hanya berhasil meraih hibah dari Kemendikbud Ristek, Himpunan Mahasiswa Profesi Teknik Kimia juga berhasil meraih rekor dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (LEPRID) yakni membatik cap motif alam dengan pewarna alam dari limbah mangrove.
Pembuatan batik dengan pewarna alam ini dilakukan di atas kain Primisima FF sepanjang 372 yard atau sekitar 328,17 meter.
"Kami menggunakan batik cap yang merupakan perpaduan cap motif Mangrove dari UMKM Srikandi Kelurahan Mangunharjo, Tugu, Semarang," tandas Tasya.
Baca juga: Ditjen Dikti Buka Program Praktik Kerja Lapangan, Mahasiswa Yuk Daftar
Taysa mengungkapkan, limbah mangrove diolah sendiri untuk mendapatkan ekstrak warna alami yang digunakan dalam pewarnaan batik. Warna yang akan terlihat pada batik yakni cokelat tua dan putih dari warna asli kainnya.
Untuk memaksimalkan kegiatan ini, HMPTK mengajak kolaborasi dengan HIMPRO PKK yang lebih ahli di bidangnya. Mereka juga akan berkolaborasi untuk membranding produk batik mangrove dari Kelurahan Mangunharjo, Tugu, Semarang dengan pewarna alam dari serasah mangrove.
Sementara itu Rektor Unnes Prof. Fathur Rokhman mengapresiasi inovasi yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Profesi Teknik Kimia.
Baca juga: Uniknya Ide Mahasiswa UGM Gagas Ubin Penghasil Listrik
Menurut Rektor, perkembangan teknologi yang semakin maju mendorong mahasiswa untuk lebih kreatif, inovatif, dan mampu meningkatkan mutu yang berkualitas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.