KOMPAS.com - Memasuki masa transisi dari pembelajaran jarak jauh ke PTM (pembelajaran tatap muka) terbatas, guru didorong memiliki kecakapan digital dalam menerapkan metode hybrid learning untuk beradaptasi dengan kondisi saat ini.
Proses beradaptasi dan mencapai cakap digital, bukan perkara mudah. Studi yang dilakukan Lenovo Indonesia, menunjukkan data 30 persen guru masih merasa kesulitan menyesuaikan dengan platform pembelajaran.
Hal ini dapat berdampak pada interaksi antara guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Tantangan ini mengemuka dalam webinar “Menuju Transformasi Pendidikan Indonesia Melalui Kecakapan Digital” yang merupakan kerja kolaboratif antara Lenovo Indonesia, Google for Education, dan komunitas Semua Murid Semua Guru (SMSG) pada 15 Desember 2021.
“Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat terdampak selama pandemi. Sebagai perusahaan teknologi dengan misi menghadirkan teknologi yang lebih cerdas untuk semua kalangan. Sektor ini menjadi fokus Lenovo di Indonesia," ungkap Budi Janto, General Manager Lenovo dalam pembukaan acara.
"Oleh karenanya kami mencoba menjawab tantangan pendidikan saat ini dengan menyediakan solusi teknologi yang menyediakan ruang kelas kolaboratif sekaligus melindungi guru dan murid dari kejahatan siber akibat peningkatan penggunaan teknologi pada masa ini” tambahnya.
Budi Janto melanjutkan, pihaknya terus mendukung proses pengembangan dan transformasi sistem pendidikan di Indonesia dengan menghadirkan solusi teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran hybrid learning saat ini.
"Pembelajaran jarak jauh telah menjadi metode pembelajaran disekolah-sekolah karena itu membutuhkan inovasi dan teknologi. Lenovo berkolaborasi dengan unsur-unsur pendidikan seperti para guru, pendidik, maupun gerakan-gerakan pendidikan seperti SMSG," tegas Budi.
Baca juga: Dukung Sektor Pendidikan Tanah Air, Jasa Marga Beri Beasiswa untuk Putra-Putri Polri di Kaltim
Dalam kesempatan sama, Bukik Setiawan, Ketua Yayasan Guru Belajar menegaskan, Guru Merdeka Belajar harus dimulai dari ekosistem merdeka belajar, kemudian sekolah merdeka belajar, lalu kelas merdeka belajar.
"Meskipun ada pengawas sekolah, ada kepala sekolah, tapi seberapa sering sih mereka datang memantau. Semua tergantung perilaku dan kebiasaan, serta kemampuan guru untuk menerapkan kondisi Guru Merdeka Belajar," ujar Bukik.