KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim mengungkapkan saat ini dunia pendidikan Indonesia mengalami tantangan besar dengan adanya "tiga dosa besar".
Tiga dosa besar berupa perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, tak hanya menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, tetapi juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak.
Untuk itu, Nadiem mengatakan Kemendikbud Ristek akan lebih serius menangani "tiga dosa besar" di dunia pendidikan ini, salah satunya dengan membentuk Kelompok Kerja (pokja) Pencegahan dan Pengananan Kekerasan di Bidang Pendidikan yang spesifik menangani isu "tiga dosa besar" dunia pendidikan.
Baca juga: Kemendikbud Buka Beasiswa Kuliah Merdeka Belajar, Mahasiswa Yuk Daftar
"Sebelum diluncurkan secara resmi, Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan sudah bekerja sama dengan Kementerian PANRB untuk memasukkan kategori kekerasan di satuan pendidikan dalam lapor.go.id, sehingga pokja sudah mulai menangani laporan yang masuk," disampaikan Nadiem dalam sambutannya, seperti dirangkum dari laman Kemendikbud Ristek, Senin (20/12/2021).
Pembentukan pokja, lanjut Nadiem, dimaksudkan untuk semakin memperkuat upaya dan kolaborasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.
"Kita butuh rencana tindak lanjut yang konkret untuk memastikan semua inisiatif yang kita rancang bisa diimplementasikan secara berkelanjutan," jelasnya.
Konsep Merdeka Belajar yang Kemendikbud Ristek usung, lanjut dia, tidak hanya berfokus pada proses penyampaian materi di dalam kelas.
"Untuk mencintai belajar, untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, anak-anak harus belajar di lingkungan yang aman dan nyaman, bebas dari kekerasan. Sehingga, Kemendikbud Ristek mengambil langkah berani dan serius untuk mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan, mulai dari jenjang paling dasar sampai tinggi," tutur Nadiem.
Baca juga: Kemendikbud Ristek Buka Lowongan Magang 2022, Ini Formasi dan Syarat
Lebih lanjut, Nadiem menyampaikan perlunya menjadikan kebijakan pencegahan dan penanganan juga sebagai gerakan.
"Sebab aturan saja tidak cukup. Upaya ini harus kita lakukan bersama-sama, harus menjadi sebuah gerakan," ujarnya.
Saat ini terdapat dua aturan yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Serta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kementerian, jelas Nadiem, juga telah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga lain dan berbagai organisasi untuk melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan melalui program-program pendidikan karakter bagi pelajar dan peningkatan kapasitas bagi guru.
Baca juga: 21 Bentuk Kekerasan Seksual di Kampus dalam Permendikbud 30
Nadiem mengapresiasi dukungan berbagai pihak, baik di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, serta organisasi yang turut bergerak bersama dalam menghadirkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
"Mari sekali lagi mengingat tujuan kita, yaitu mewujudkan lingkungan pendidikan yang merdeka dari segala bentuk kekerasan. Mari kita menguatkan sinergi dan kolaborasi untuk terus bergerak serentak mewujudkan Merdeka Belajar," pungkas Nadiem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.