KOMPAS.com - Saat ini, perundungan atau bullying masih sering ditemukan di lingkungan sekolah. Karena itu, perilaku ini perlu menjadi perhatian khusus oleh banyak pihak.
Maka, dibutuhkan solusi untuk mengatasi kasus perundungan. Berbagai hal terus dilakukan, seperti halnya Pemerintah Indonesia juga terus melakukan upaya-upaya penanggulangan tindak perundungan di sekolah.
Salah satunya adalah dengan menggandeng UNICEF Indonesia untuk bersama-sama membentuk program “Roots”.
Baca juga: Jelang Pendaftaran SNMPTN 2022, Sekolah dan Siswa Harus Bersiap Diri
Roots adalah sebuah program pencegahan perundungan berbasis sekolah yang telah telah dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak 2017 bersama Pemerintah Indonesia, akademisi, serta praktisi pendidikan dan perlindungan anak.
Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Senin (27/12/2021), fokus dari program ini adalah mengatasi perundungan di sekolah dengan melibatkan teman sebaya.
Beberapa siswa yang memiliki pengaruh terhadap teman-teman di sekolahnya akan dibentuk menjadi agen perubahan yang dapat membawa dampak positif terhadap tindak perundungan.
Berikut ini adalah detail dari program Roots:
Pada tahap awal dari program Roots adalah melakukan survei terhadap para peserta didik dan juga guru seputar perundungan di lingkungan sekolahnya.
Mereka diberikan pertanyaan-pertanyaan simpel mengenai perundungan seperti pernahkan melakukan perundungan, pernahkah menjadi korban perundungan, apa yang dilakukan ketika melihat perundungan, dan sebagainya.
Adapun survei dilakukan secara anonim agar identitas responden tetap terjaga rahasianya. Dengan dilakukan survei, nantinya bisa diketahui data terkait perundungan yang dapat dijadikan landasan pemetaan tindakan selanjutnya.
Baca juga: Komisi X DPR: Siswa SMK Harus Mampu Ciptakan Usaha Baru
Untuk pemilihan agen perubahan menggunakan teori jejaring sosial. Metode yang dilakukan adalah setiap peserta didik setiap angkatan diminta menuliskan 10 nama teman terdekatnya. Nantinya akan ada sekitar 40 agen perubahan di sekolah
Hal ini sangat penting karena dalam jejaring sosial ingin didapat data mengenai peserta didik mana saja yang paling berpengaruh dan paling didengar oleh peserta didik lainnya.
Pemilihan agen perubahan ini bertujuan untuk bisa memengaruhi peserta didik lain agar peduli terhadap kasus perundungan yang terjadi di sekolahnya.
Nantinya, para agen perubahan yang sudah terpilih tadi selanjutnya akan menjalani sesi pelatihan selama 15 pertemuan. Pelatihan ini memberikan materi seputar perundungan kepada agen perubahan. Agar efektif, pelatihan dilakukan satu kali dalam seminggu sehingga program ini diestimasikan berjalan selama satu semester.
Di sini, peran fasilitator menjadi kunci dalam sesi pelatihan. Fasilitator bisa berasal dari guru di sekolah ataupun pembina ekstrakurikuler. Namun, fasilitator haruslah sosok yang dekat dan dapat dipercaya oleh para agen perubahan.