KOMPAS.com - Peneliti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memanfaatkan biodegradasi, yakni metode pemulihan pencemaran dengan memanfaatkan mikroorganisme, untuk mengatasi masalah pencemaran minyak bumi yang terjadi di laut.
Salah satu manfaat mikroorganisme ialah mampu mengembalikan kondisi ekosistem tercemar sehingga kembali seperti sediakala, dengan cara menguraikan senyawa kimia pencemar. Biodegradasi dinilai mampu menjadi solusi ramah lingkungan pada lingkungan tercemar.
Penelitian ini dilakukan oleh sivitas akademika ITS yang terdiri dari Harmin Sulistyaning Titah (dosen Departemen Teknik Lingkungan), Herman Pratikno (dosen Departemen Teknik Kelautan), Ipung Fitri Purwanti (dosen Departemen Teknik Lingkungan), dan Widhowati Kesoema Wardhani (mahasiswa PMDSU Departemen Teknik Lingkungan).
Baca juga: Sea Buka Beasiswa Penuh 2022 di UI, UGM, ITB, IPB, Binus, IT Del
Tim peneliti memanfaatkan biodegradasi untuk mengatasi masalah pencemaran minyak bumi yang terjadi di laut.
Pencemaran minyak bumi di laut bisa disebabkan oleh kebocoran saat aktivitas pengeboran minyak bumi dan tumpahan saat melakukan pengiriman menggunakan kapal.
Dilansir dari laman ITS, biodegradasi pada penelitian ini memanfaatkan bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida.
Keunggulan dari biodegradasi ini adalah bakteri Bacillus subtilis dan Pseudomonas putida yang masing-masing memiliki kemampuan menguraikan polutan dengan sangat baik, kemudian dalam penelitian ini dikombinasikan menjadi satu.
Namun, kekurangan dalam penelitian ini terdapat pada durasi waktu biodegradasi yang sangat lama.
“Apabila ingin benar-benar bebas polutan, dibutuhkan waktu tiga bulan,” tambahnya
Harmin menjelaskan bahwa penelitiannya menggunakan metode bertahap, di mana metode ini merupakan metode kombinasi penambahan dari dua bakteri.
Baca juga: Beasiswa Kursus Bahasa Mandarin 2022, Tunjangan Rp 12,8 Juta Per Bulan
Sebagai contoh, kombinasi tersebut menggunakan bakteri Pseudomonas putida untuk bekerja menguraikan sampel terlebih dahulu, kemudian ditambahkan dengan bakteri Bacillus subtilis.
Tujuan menggunakan metode ini ialah untuk mengetahui tingkat efektivitas bakteri dalam menguraikan senyawa kimia polutan dengan kadar yang tinggi. Terbukti dalam pengujian laboratorium selama 35 hari, sampel polutan sudah terurai sebanyak 66 persen.
“Kombinasi tersebut memiliki efektivitas lebih tinggi dalam mengurai bakteri,” tuturnya.
Selain itu, Harmin juga menyampaikan bahwa selain faktor jenis bakteri yang efektif dimanfaatkan untuk menguraikan polutan, juga terdapat tambahan nutrisi sebagai makanan tambahan untuk bakteri.
Nutrisi tersebut didapatkan dari pupuk yang memiliki kandungan unsur kimia nitrogen, fosfor, dan kalium. Fungsi nutrisi ini untuk mempercepat proses penguraian polutan dalam sampel tersebut.
Baca juga: Uang Saku Di Atas Rp 10 Juta Per Bulan, Daftar 10 Beasiswa S1-S2 Ini
Harmin berharap, dalam waktu dekat penelitian ini dapat diterapkan dalam skala nyata bukan hanya dalam skala laboratorium.
Meskipun begitu, ia mengatakan harus tetap memerhatikan banyak faktor seperti luas wilayah tercemar, gelombang air laut, iklim, dan banyaknya bakteri yang harus dipersiapkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.