KOMPAS.com - Dalam interaksi sosial masa kini, penggunaan istilah bahasa cinta atau love language semakin menjadi tren yang kerap diikuti, dicari, dan bahkan diperbincangkan dalam keseharian.
Psikolog Anak dan juga Konselor di Sekolah Cikal, Efika Fiona menyebutkan bahwa lahirnya love language dilatarbelakangi oleh upaya dari seorang penulis Amerika bernama Gary Chapman untuk membantu setiap pasangan untuk mempertahankan hubungan yang sehat dan bahagia.
Memahami love language secara utuh akan membantu kita berinteraksi lebih hangat dengan orang tersayang, baik pasangan, sahabat termasuk kepada anak.
Baca juga: Tanpa Hukuman, Ini Cara Sukses BPK Penabur Latih Kedisiplinan Siswa
“Love language atau bahasa cinta adalah cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengekspresikan dan menerima rasa cinta kepada dan dari orang lain.” ucap Efika dalam keterangan resmi Sekolah Cikal.
Efika menambahkan bahwa Gary sebagai seorang penulis menemukan bahwa setiap manusia memiliki love language atau bahasa kasih sayangnya masing-masing dalam keseharian.
Bila love language ini tidak dipahami, seringkali menyebabkan konflik atau masalah.
“Gary menemukan bahwa setiap orang memiliki bahasa cintanya masing-masing, yang terkadang jika hal ini tidak dipahami dapat menjadi penyebab munculnya konflik atau masalah. Walaupun pada awalnya konsep ini digunakan untuk konteks pernikahan (dengan pasangan), pada perkembangannya, konsep ini juga dapat diaplikasikan pada konteks yang lebih luas, seperti hubungan pertemanan, hubungan orang tua dan anak, keluarga, dan seterusnya,” imbuhnya.
Efika menuturkan bahwa terdapat dua urgensi dalam memahami bahasa cinta atau love language sebagai manusia.
Baca juga: Terkenal Disiplin, Begini Cara Orangtua Jepang Mendidik Anak
Pertama, memahami bahwa love language akan membantu kita mengenali diri kita sendiri dalam mengekspresikan kasih sayang kepada orang lain.
Kedua, mendorong kita lebih efektif menyampaikan atau mengungkapkan rasa kasih sayang kepada orang lain.
“Urgensi memahami love language itu sebetulnya adalah karena kita dalam berhubungan dengan orang lain (seperti dalam hubungan orang-tua anak), diperlukan adanya pemahaman akan kebutuhan setiap diri individu yang terlibat di dalamnya. Dengan memahami love language, kita dapat lebih memahami mengenai diri kita sendiri sebagai orang tua atau pun orang yang berhubungan dengan kita (anak). Selain itu, dengan mengetahui love languages, kita dapat lebih efektif dalam mengkomunikasikan/ menyampaikan rasa cinta kita sesuai dengan kebutuhan pada orang yang kita kasihi,” jelasnya.
Efika menyebutkan terdapat 5 love language yang seringkali diterapkan dalam pendekatan psikologis pengasuhan anak, antara lain sebagai berikut:
Menurut Efika, words of affirmation merupakan bahasa cinta pertama yang diungkapkan melalui kata-kata ucapan atau tulisan, bentuknya dapat berupa kata-kata penyemangat, pujian, ataupun ucapan kasih sayang.
Contoh perkataan anak yang membutuhkan Words of affirmation:
Kata-kata berikut menunjukkan keinginan dan kebutuhannya untuk menerima kata-kata dari orang sekitar.