KOMPAS.com - Buku berjudul The Star Diaries, ditulis oleh Stanislaw Lem selaku filsuf dan penulis buku fiksi berkebangsaan Polandia yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia, resmi diluncurkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU).
Secara garis besar, buku ini mengisahkan petualangan dari penjelajah luar angkasa asal bumi, Ijon Tichy yang ditugaskan untuk menjelajahi galaksi sebagai delegasi Perserikatan Planet-Planet. Dalam penjelajahannya, Tichy dihadapkan dengan berbagai kondisi planet yang berbeda dengan planet miliknya.
Petualangan Tichy terangkum dalam buku The Star Diaries. Dia mulai dari menyelinap ke dalam planet robot gila, mencoba menduplikasikan dirinya sendiri dalam operasi penyelamatan sejarah umat manusia, hingga masuk ke planet rahasia yang segala sesuatu di dalam diri manusia dapat diprogram adalah pengalaman yang dirasakan oleh tokoh utama buku tersebut.
Baca juga: Menguak Kebenaran Sejarah G-30-S dari 4 Buku
Semua petualangan gila Tichy tersebut ingin mengajak pembaca menyelami pertanyaan besar tentang wujud rasionalitas, kehendak bebas, keyakinan, dan kesucian.
Dengan menampilkan cerita dan karakter yang satir dan lucu, The Star Diaries telah dikemas oleh Stanis?aw Lem untuk dinikmati para penikmat filsafat dengan balutan komedi satir yang segar.
“Hanya Tuhan yang tahu gossip apalagi yang telah beredar. Namun, begitulah manusia; mereka akan rela mempercayai omong kosong paling mengada-ada, tetapi tidak percaya pada kebenaran sederhana, yang persis seperti kisah yang kuceritakan di sini,” kata Stanis?aw Lem dalam salah satu karakternya.
Chief Editor GPU, Andi Tarigan berpendapat bahwa dibutuhkan keberanian untuk mulai membaca buku tersebut dari halaman pertama karena buku ini bukanlah buku biasa, tetapi luar biasa.
Baca juga: Mau Jadi Penulis Buku? Ini Cara Mengirim Naskah ke Penerbit Gramedia
“Ada muatan scientifik, teologi, dan filsafat cukup kental pada buku ini,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Andi pada acara Peluncuran dan Bedah Buku The Star Diaries, di Gramedia Central Park, pada Rabu (30/11/2022).
Selain itu, Andi juga membagikan proses penerjemahan buku tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama karena tidak menemukan orang yang menguasai bahasa Polandia, sehingga satu-satunya sumber yakni bahasa Inggris.
Dalam acara peluncuran, turut hadir Marek Kadzielski selaku filsuf dan penerjemah asal Polandia secara virtual. Pihaknya mengatakan buku tersebut bukan sekadar fiksi belaka.
Dengan membaca buku ini, pembaca sekaligus didorong untuk turut merefleksikan diri sendiri, misalnya mengajukan pertanyaan mengenai penciptaan galaksi dan segala yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Kapan Siswa Libur Akhir Tahun 2022? Cek Tanggal dan Hari Penting Ini
Kadzielski sendiri menilai Stanis?aw Lem sebagai orang memiliki pemikiran yang luar biasa, sehingga mampu menulis buku yang menggambarkan peradaban futuristik di kala buku itu diterbitkan pada 1957.
“Lem memiliki pemikiran yang luar bisa melampaui kondisi kala itu. Di buku ini Lem menggambarkan kondisi yang sekarang kita alami di tahun 2022. Di mana ada komputer dan kemajuan teknologi lainnya. Sekarang juga untuk mengirim surat tidak perlu mencetak kertas lagi. Itu yang menurut saya melampaui pemikiran orang-orang di masa itu,” ungkap Kadzielski.
Hal senada juga dikatakan oleh Andi bahwa Stanis?aw Lem memiliki pemikiran yang sangat luar biasa. Buku ini menantang untuk dibaca dan pembaca seperti kita keluar dari daily rutin.