Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UPH: Masyarakat Harus Apresiasi Kinerja TNI AL di Perairan Natuna

Kompas.com - 21/01/2023, 19:12 WIB
Dian Ihsan

Penulis

Pemerintah nasionalis juga memproduksi sebuah peta yang di dalamnya terdapat 11 garis putus-putus untuk menandai klaim mereka atas Laut China Selatan.

Baca juga: 18.964 Mahasiswa UGM Peroleh Beasiswa Pendidikan

Namun menurut Johanes, pada saat itu tidak terdapat ketumpangtindihan wilayah antara China dan Indonesia. Demikian juga setelah RRC berdiri pada 1949.

Bahkan hingga saat ini, Indonesia tidak pernah merasa berbatasan langsung dengan China, dan tetap konsisten untuk tidak turut terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan.

Bibit-bibit problema muncul di tahun 1993, ketika China menerbitkan sebuah peta yang di dalamnya mencakup sembilan garis putus-putus.

Karena beberapa dari garis-garis di atas menyasar wilayah ZEE Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna, Indonesia mengajukan pertanyaan kepada China.

Jawaban China, yang selalu konsisten hingga dewasa ini, yaitu bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia, dan bahwa China tidak memiliki sengketa kewilayahan dengan Indonesia.

Namun pada kenyataannya, sebagai disampaikan oleh Mingjiang Li, ahli China yang berbasis di Singapura, pemerintah China beranggapan ia memiliki kedaulatan yang tak dapat dibantah atas kepulauan di Laut China Selatan, dan perairan sekitarnya.

China juga merasa memiliki hak berdaulat dan juridiksi atas perairan, dasar laut, dan kandungan minyak yang relevan di wilayah itu.

Dalam pandangan Johanes, pernyataan di atas, dan berbagai pernyataan Kementerian Luar Negeri China bahwa Indonesia dan China memiliki klaim yang tumpang tindih terkait hak hak maritim dan kepentingan di beberapa wilayah di Laut China Selatan membuktikan China menganggap mereka memiliki hak berdaulat di sebagian ZEE Indonesia di perairan Natuna.

Baca juga: Biaya Kuliah ITB Jalur SNMPTN atau SNBP 2023, Mulai Rp 0

"Oleh karenannya, penting seluruh masyarakat Indonesia untuk memahami fakta ini, serta mendukung upaya negara dan pemerintah untuk mengawal kedaulatan dan hak berdaulat NKRI di Perairan Natuna yang kaya akan ikan dan sumber daya energi di bawah laut," tukas Pemerhati China asal Universitas Pelita Harapan (UPH) ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com