Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter RSA UGM Beberkan Apa Itu Stunting dan Cara Mencegahnya

Kompas.com - 30/01/2023, 10:53 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.

Hal itu diumumkan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1/2023), seperti dikutip dari laman Kemenkes RI.

Padahal, target dari Presiden Joko Widodo pada 2024 prevalensinya menjadi 14 persen. Karena itu masih butuh upaya agar prevalensinya terus turun.

Apa itu stunting?

Sebenarnya, apa itu stunting? Melansir laman RSA UGM, Rabu (25/1/2023), dokter umum RSA UGM dr. Annisa Nurul Pratiwi Sudarmadi memberikan penjelasannya.

Menurutnya, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

Baca juga: Ini Fitur di Aplikasi Deteksi Dini Stunting Inovasi Mahasiswa UGM

Adapun standar yang digunakan adalah standar antropometri menurut Permenkes No. 2 tahun 2020. Atau jika mau praktis bisa melihat pada kurva dalam buku KIA.

Pengukuran yang diperhitungkan adalah BB/U (berat badan menurut usia), TB/U (tinggi badan menurut usia), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) dan IMT/U (indeks massa tubuh menurut usia). Ukuran tersebut penting untuk menentukan status gizi anak dan tren pertumbuhannya.

Tentunya, proses terjadinya stunting tidak instan, sehingga jika pada awal kehidupan anak terjadi kondisi berat badan (BB) tidak naik sesuai kurva, maka stunting akan terjadi pada sekitar usia dua tahun.

Namun jika BB tidak naik dalam jangka waktu lama, maka proses pertumbuhan akan terhambat dan perkembangan otaknya juga akan terganggu, sehingga kecerdasan anak akan menurun.

Itulah sebabnya stunting sangat berkaitan dengan kondisi 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) seorang anak. Adapun 1.000 HPK merupakan fase penting karena perkembangan dalam periode ini akan berdampak pada seumur hidup anak tersebut.

Baca juga: Percepat Penuruanan Stunting, Tanoto Foundation Kolaborasi Pemprov Jateng

Dokter Annisa juga menjelaskan beberapa faktor risiko terjadinya stunting di negara berkembang menurut penelitian Danaei tahun 2016 ialah:

1. Gizi dan infeksi pada ibu hamil (Anemia pada ibu, Infeksi saluran kencing, TORCH).

2. Kehamilan remaja dan pendeknya jarak antar persalinan.

3. Gangguan pertumbuhan janin dan kelahiran prematur (Bayi lahir kecil menurut usia kehamilan dan berat bayi lahir rendah).

4. Gizi dan infeksi pada anak (tuberkulosis (TBC), diare, anemia, dan lain-lain).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau