KOMPAS.com - Istilah Sharenting kini tengah populer di kalangan orangtua. Sharenting adalah membagikan momen anak bertumbuh dan berkembang melalui kanal sosial media.
Mengabadikan momen dan merayakan tumbuh kembang anak menjadi beberapa alasan orangtua membuat akun pribadi anak di sosial media.
Pendidik anak usia dini di Rumah Main Cikal, Ina Winangsih menyebutkan bahwa kelekatan anak dan orangtua mendorong rasa ingin mengabadikan cerita anak.
Aktualisasi diri orangtua terhadap pengasuhan anak secara sadar atau tidak sadar juga mendorong orangtua membuat akun instagram sendiri bagi anak.
Baca juga: 6 Tanda Anak Cerdas Secara Emosional dan Cara Mengoptimalkannya
Namun, ia juga menyebutkan bahwa orangtua harus memperhatikan berbagai hal penting yang perlu diterapkan terkait privasi anak. Apa saja hal tersebut?
Dalam membuat atau mendedikasikan akun sosial media khusus anak, orangtua alangkah baiknya merefleksikan dahulu tujuan atau alasan membuat sosial media anak.
Jika anak sudah memungkinkan atau sudah paham untuk diajak berdialog dan dimintai pendapatnya, maka tanyakan pendapat anak dan biarkan anak memilih sesuai dengan kenyamanannya.
“Sebaiknya orangtua memerhatikan peruntukan media sosial sebelum membuatkan akun untuk anaknya. Biarkan anak memilih untuk memiliki akun sosial media atau tidak, ketika dirinya sudah paham dan dapat menentukan. Sementara anak tumbuh, orang tua dapat menyimpan dokumentasi atau membuat catatan pribadi yang hanya dapat diakses oleh orang tua dan anak kelak,” jelas Ina dalam keterangan resmi.
Baca juga: 7 Tanda Anak Cerdas dan Berpotensi Punya IQ Tinggi
Ketika memutuskan membuat sosial media khusus anak untuk mengabadikan cerita pengembangan dirinya, maka orangtua harus menjaga hak dan privasi anak.
Orangtua harus menjaga hal-hal yang tidak seharusnya dipublikasikan dalam sosial media, sebagai berikut:
Sebagai Pendidik yang memfokuskan diri dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Ina menyebutkan bahwa orang tua dapat menyalahi hak privasi anak apabila mempublikasikan beberapa hal yang tidak seharusnya dipublikasikan.
Mengingat, hal tersebut dapat menempatkan anak dalam risiko.
“Sharenting dapat menyalahi hak privasi anak apabila orangtua membagikan hal-hal privat seperti bagian tubuh tertentu, bagian muka yang terekspos dengan jelas, atau bahkan data informasi anak. Hal ini tidak bisa dianggap berbagi cerita tentang anak saja, karena selain menyalahi hak privasi anak, kita juga telah menempatkan anak pada risiko, misalnya memancing stalker untuk berbuat hal yang berbahaya pada anak atau bahkan orang tuanya,” jelas Ina.
Baca juga: Jam Ideal Masuk Sekolah Menurut Penelitian agar Hasil Akademik Lebih Baik
Jika sudah memahami hal-hal yang tidak dapat dipublikasikan di sosial media anak, maka langkah selanjutnya adalah melakukan seleksi dan kurasi foto anak apabila akun sosial media yang dibuat terbuka untuk umum.
Fokuskan pada kegiatan anak saja dan disarankan tidak menyebutkan lokasi realtime anak.
Orangtua pasti ingin memiliki dokumentasi tumbuh kembang anaknya. Boleh saja apabila ingin membagikannya di sosial media.