KOMPAS.com - Obesitas atau kelebihan berat badan juga bisa terjadi pada anak-anak. Bahkan obesitas anak menimbulkan risiko sindrom metabolik saat menginjak usia remaja diusia 13 hingga 18 tahun.
Adapun risiko itu berpotensi menderita infeksi penyakit sindrom metabolik yakni risiko penyakit kencing manis (diabetes melitus), penyakit kelainan jantung (jantung koroner), kolesterol tinggi (hiperkolesterol), hingga darah tinggi.
Menurut Pakar Kedokteran Anak Universitas Airlangga (Unair) Nuril Widjaja, telah ada penelitian pada remaja usia 13-18 tahun di Surabaya dan Sidoarjo.
Hasilnya, bahwa 52 persen remaja obesitas mengalami obesitas berisiko sindrom metabolik. Faktor penyebabnya ada banyak.
Baca juga: Dosen FK Unair: Olahraga Intensitas Sedang Bisa Turunkan Obesitas
Contohnya lingkungan, gaya hidup, kelainan perubahan fisiologi tubuh, kelainan metabolisme, dan psikologi. Genetik juga memainkan peran penting dalam terjadinya penurunan obesitas kepada anaknya.
"Jika salah satu atau kedua orang tua memiliki riwayat obesitas. Maka, risiko menjadi obesitas pada anak menjadi lebih besar," ujarnya dikutip dari laman Unair, Jumat (26/5/2023).
Untuk tanda klinis jika anak mengalami obesitas ialah:
Hal itu juga bisa ditandai dengan perut buncit dan dinding perut membulat. Anak tampak tembem dengan muka membulat, tampak penumpukan lemak di perut, paha, dan lengan.
Obesitas pada anak berusia kurang dari 5 tahun terjadi apabila BB/TB melebihi +3 SD. Sedangkan untuk usia 5 tahun keatas menggunakan kurva CDC BMI/U (IMT/U = indeks masa tubuh) berada pada angka melebihi 95 percentiles.
Baca juga: 5 Buah Penurun Darah Tinggi, Info Ners Unair
"Untuk usia 0-2 th dan >2-5 thn bila titik kurva pertumbuhan BB/TB cenderung meningkat misal > + 1 SD- + 2SD dikategorikan sebagai risk overweight, lebih dari +2 SD terkategori overweight, dan lebih + 3 SD masuk kategori Obesitas," jelasnya.
Untuk usia 0 hingga 2 tahun dapat menggunakan ASI eksklusif dengan usia 6 bulan tidak boleh menunda pemberian MPASI. Juga melakukan pengaturan pola makan secara tepat.
Atur jadwal makan sesuai feeding rules 3x makanan utama, 2x snack dan 5-6x susu formula atau ASI untuk usia 6-8 bulan.
"Usia 9-11 bulan ASI atau sufor hanya 4-5x sehari dan saat usia 12 bulan atau ke atas maka ASI atau sufor hanya diberikan 3-4 dalam sehari," terang Dosen Fakultas Kedokteran Unair tersebut.
Jika anak mendapat susu formula, pemberian susu formula harus beserta MPASI saat usia 6 bulan. Jangan membiasakan anak minum susu formula melebihi 600-700 cc dalam sehari saat anak berusia 6 bulan ke atas.
"Saat anak usia 2-5 tahun konsumsi serat lebih banyak dari usia kurang 2 tahun – usia lebih dari 5 tahun. Karena sel-sel lemak sudah mulai tumbuh pesat," jelas dia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya