KOMPAS.com - Berencana pensiun dini harus butuh perencanaan matang. Apalagi menyangkut keuangan. Sebab, bila jadi pensiunan tidak lagi memiliki pendapatan rutin dari perusahaan atau instansi tempat dulu bekerja.
Saat ini pensiun dini menjadi hal yang marak dilakukan oleh para pekerja. Alasannya beragam, mulai keinginan untuk berwirausaha, kondisi kesehatan tertentu, kebebasan, hingga kondisi perusahaan yang mengharuskan karyawan mengajukan pensiun dini.
Meski menjadi sebuah tren di masyarakat, tetap saja harus tahu bagaimana mengelola keuangan pasca tak bekerja di perusahaan. Bila tanpa rencana, uang yang dimiliki saat pensiun bisa cepat habis.
Baca juga: Cerita Egi, Mahasiswa UMM Gabung Program Pemerintah Amerika Serikat
Dosen Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Widhiyo Sudiyono mengatakan, sebetulnya tidak semua pensiun dini terjadi karena keinginan pekerja itu sendiri.
Beberapa pekerja diberi penawaran oleh perusahaan pensiun dini untuk mengurangi karyawan pada perusahaan tersebut.
"Tidak hanya keinginan pegawai, sering kali perusahaan juga menawarkan pensiun dini kepada pekerjanya untuk mengurangi pekerja yang kurang produktif. Misalnya dengan memberi iming-iming pesangon berkali-kali lipat daripada gajinya," kata dia dilansir dari rilis UMM.
Widhiyo memberikan tips mengelola keuangan bagi pensiunan dini agar tak cepat habis.
Widhiyo menyampaikan sebenarnya pensiun dini dapat dilakukan jika seseorang sudah memiliki passive income dalam bentuk investasi atau tabungan yang dapat mencukupi kehidupannya hingga masa tua.
Selain itu, pekerja juga bisa memiliki usaha agar uang pesangon dari perusahaan dapat diputar untuk kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Dosen UMM: Penderita Maag Bisa Diet, Ini Caranya
Dia menyarankan, bagi para pekerja yang ingin pensiun dini untuk menggunakan metode Investasi dollar cost averaging (DCA), mempunyai usaha di area rumahnya atau menabung di bank.
Dia menyebut, DCA adalah upaya menyisihkan jumlah pendapatan tertentu secara tetap setiap bulannya untuk diinvestasikan.
Jadi misalkan gajinya masih kecil, mungkin skema yang digunakan adalah 70-20-10.
Di mana 70 persen untuk kebutuhan hidup, 20 persen untuk keinginan, dan 10 persen untuk investasi.
"Dengan metode investasi DCA ini, kita menyisihkan dana untuk berinvestasi dengan nominal dana tetap setiap bulannya, misalnya Rp 1 juta per bulan. Lalu misalnya kita putuskan untuk berinvestasi di saham Bank BRI (Kode Saham BBRI)," jelas dia.
"Setiap bulan dana Rp 1 juta tersebut kita investasikan ke saham BBRI tidak peduli saat itu harga saham sedang naik atau turun. Ini bisa menjadi bekal di masa tua nanti," tambahnya.