MALANG, KOMPAS.com - Industri digital seperti permintaan pembuatan website beserta layanan domain dan hosting mengalami peningkatan di Malang. Hal itu menjadikan adanya peluang besar memenuhi kebutuhan Sumberdaya Manusia (SDM) industri digital, seperti dari lulusan pelajar Siswa Menengah Kejuruan (SMK).
Namun, selama ini nyatanya masih terjadi gap atau jarak perbedaan antara pembelajaran yang diterima oleh siswa ketika di sekolah dengan kebutuhan bekerja saat di industri digital.
Sehingga, kondisi itu terkadang membuat industri ketika menerima pekerja lulusan SMK harus mengeluarkan anggaran untuk mengadakan pelatihan SDM.
Baca juga: Lulusan SMK Bisa Jadi Polisi lewat Jalur Ini, Cek Syaratnya
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMK Telkom Malang, Rahmat Dwi Jatmiko.
"Selama ini ada gap, antara kurikulum yang disiapkan oleh sekolah ternyata setelah lulus kebutuhannya industri masih ada gap atau perbedaan, sehingga industri harus melakukan invest lagi, pelatihan untuk SDM," kata Rahmat pada Senin (30/10/2023).
Dia mengatakan, kegiatan pembelajaran dengan metode teaching factory tengah dibutuhkan oleh pelajar SMK. Selama ini, masih belum banyak industri yang mau berkolaborasi dengan model pembelajaran teaching factory.
Di SMK Telkom Malang baru tiga industri yang melakukan model pembelajaran seperti itu.
"Tapi kalau sampai industrinya masuk ke dalam sekolah kita baru tiga industri, mulai dari pemagangan, ada praktisi yang mengajar, bahkan infrastruktur dibantu di sekolah, anak-anak diberi lahan praktek baru," katanya.
Menurutnya, pembelajaran model teaching factory menjadikan siswa dapat benar-benar belajar dengan pendekatan industri. Kurikulum yang sudah disusun oleh pihak sekolah dapat disinkronisasi dengan kebutuhan industri untuk mencetak pekerja digital.
Baca juga: 6 Beasiswa S2-S3 Tanpa Batas Usia, Tawarkan Kuliah Gratis-Tunjangan
"Kurikulum di sekolah disesuaikan, industri yang selama ini butuh talent atau sdm, model pelatihannya juga dimasukkan ke dalam sekolah, sehingga anak-anak belajar sekaligus pelatihan persiapan masuk ke dunia kerja, sehingga begitu lulus sudah siap," katanya.
Selain itu, model pembelajaran teaching factory maka siswa dapat menggarap proyek dari industri yang bekerjasama.
"Teaching factory, anak-anak praktek menggarap proyeknya industri langsung, jadi industri itu proyeknya dikerjakan oleh siswa, siswa belajar sambil mengerjakan proyek, tentu ada value disana, kedua belah pihak," katanya.
Dia menyampaikan, jumlah lulusan siswa di sekolahnya pada tahun 2023 ini sebesar 513 siswa. Prosentase lulusan siswa di sekolahnya yang memilih bekerja cukup besar sekitar 40 persen. Kemudian, lulusan yang memilih melanjutkan kuliah sekitar 50 persen dan menjadi wirausaha 10 persen.
Menurutnya, kemampuan lulusan siswanya untuk bekerja di industri seharusnya tidak usah diragukan lagi. Meskipun, adanya gap atau jarak perbedaan yang ada. Rahmat mengatakan, para siswanya telah dibekali dasar ilmu pengetahuan terkait dunia internet.
"Anak-anak sebenarnya sudah mengetahui basic internet terkait hosting, hanya secara rill di lapangan, tidak tahu ternyata tidak hanya di teori, ternyata lebih dari itu ada permasalahan-permasalahan, sehingga kalaupun masuk harusnya tidak ada kendala karena mereka sudah tahu basicnya, malah memperkaya mereka," katanya.
Baca juga: 11 Beasiswa S1 ke Eropa, Kuliah Gratis di Oxford hingga Cambridge