Tidak cuma itu, saya juga memberi semangat kepada anak-anak muda yang akan kuliah. Tidak hanya kepada anak-anak, tapi juga ke orang tua.
Seorang anak tertarik pada jurusan marine biologi yang ditawarkan almamater saya.
“Kalau lulus nanti bisa kerja di mana, Pak?”
“Banyak, Bu. Bisa di lembaga riset, juga di perusahaan, misalnya yang bergerak di bidang lingkungan.”
“Memangnya ada perusahaan seperti itu di Indonesia?”
“Kenapa dibatasi di Indonesia, Bu? Anak sudah bisa kuliah jauh-jauh ke Jepang, biarkan dia jadi penduduk global.”
“Tapi kan saya kangen kalau dia kerja di tempat yang jauh.”
“Kalau begitu, Ibu ikut saja pindah ke luar negeri, sama dia.”
Ibu itu tertawa.
Begitulah. Sering kita membuat syarat-syarat batas bagi mimpi kita, atau mimpi anak kita.
“Nanti kalau jauh dari saya, ikut pergaulan bebas.” Padahal ada banyak anak-anak yang jadi lebih religius saat kuliah di luar negeri.
“Nanti telat nikah.” Padahal banyak yang bertemu jodoh di tempat sekolah.
Mendengar berbagai ketakutan orang tua itu, saya bersyukur punya emak yang tidak begitu. Di usia yang sangat dini saya berkata pada Emak.
“Mak, aku nak ke Mekah.”
“Baguslah, tu. Kau nak naik hajikah?”