Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Menjadi Mahasiswa yang Belajar

Kompas.com - 25/04/2016, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Banyak orang mengeluh sulit mencari kerja. Khususnya bagi lulusan baru yang tidak punya pengalaman kerja. Tidak sedikit yang melamar ke sana sini tapi tak kunjung mendapatkan pekerjaan.

Namun dari sisi sebaliknya saya merasakan hal yang juga tak enak. Dari sisi pemberi kerja (perusahaan), saya sering merasa kesulitan mendapat tenaga kerja sesuai dengan yang kami butuhkan.

Waktu memimpin sebuah perusahaan manufaktur kecil di Karawang saya punya kebijakan untuk memprioritaskan lulusan baru ketika merekrut karyawan. Pertimbangannya, saya ingin memberi kesempatan seluas-luasnya bagi lulusan baru. 

Saya menyediakan diri untuk membimbing dan melatih karyawan, juga memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar secara mandiri.

Apa hal terpenting yang saya perhatikan ketika saya menyeleksi calon karyawan? Kemampuan belajar.

Prinsip saya, seorang karyawan yang baik dan bisa diandalkan adalah orang yang mampu belajar dan mau terus belajar. Perusahaan akan maju bila para karyawannya adalah orang yang cerdas, kreatif, dan penuh inisiatif.

Tapi bagaimana bisa menilai semua itu dari suatu wawancara yang singkat? Meski tidak 100% akurat, hal itu bisa dilakukan.

Bagi lulusan baru biasanya saya tanya soal apa saja yang dia pelajari waktu kuliah. Tujuan pertanyaan ini tidak untuk menggali kemampuan spesifik yang dibutuhkan pada suatu lowongan pekerjaan.

Tujuannya lebih pada menggali informasi tentang kemampuan seseorang untuk belajar. Kemampuan belajar seseorang akan terlihat dari cara dia menjelaskan apa yang dia ketahui.

Saya biasanya mulai dari pertanyaan umum tapi mendasar, lalu mengerucut pada hal yang lebih spesifik. Seseorang yang belajar dengan benar pasti mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sayangnya, banyak yang sudah keteteran pada satu dua pertanyaan pertama.

Pada calon karyawan dengan pengalaman kerja ceritanya hampir sama. Biasanya saya akan minta dia menjelaskan seluk beluk pekerjaan dia di tempat ia bekerja.

Karyawan yang belajar mampu menjelaskan apa yang dia lakukan secara komprehensif, sedangkan yang tidak hanya bisa menjelaskan sesuatu secara parsial.

Ciri penting dari kemampuan belajar adalah kemampuan melihat persoalan yang dihadapi secara utuh.

Mengapa banyak orang yang gagal dalam seleksi kerja? Mengapa banyak orang yang tak kunjung dapat pekerjaan?

Banyak yang mengira karena teknik wawancara mereka buruk. Ya, banyak yang mengira teknik wawancara adalah kunci untuk lulus seleksi. Lalu mereka mati-matian belajar dan berlatih wawancara. Hasilnya: mereka jadi badut saat wawancara.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau