KOMPAS.com — Perjuangan agar terbebas dari penjajah tidak harus dengan cara mengangkat senjata. Perjuangan bisa dilakukan melalui jalur pendidikan. Pendidikan yang menanamkan kesadaran wawasan kebangsaan.
Hal itulah yang dilakukan oleh tiga tokoh pendidik Indonesia, yaitu Willem Iskander, Ki Hadjar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat), serta Engku Mohammad Syafei. Mereka tergolong pemikir genius, tekun, gigih, dan pemikirannya jauh ke depan melampaui orang-orang sezamannya.
Pijakan dan tujuan mereka sama, yaitu mencapai Indonesia merdeka. Inilah yang dikisahkan di buku Inspirasi Kebangsaan dari Ruang Kelas.
Willem Iskander (1840-1876)
Lahir dengan nama Sati Nasution di Panyabungan, Sumatera Utara, Willem Iskander dikenal sebagai pelopor pendidikan guru dan pendiri Kweekschool voor Inlandsh Onderwijzers atau Sekolah Guru Bumiputera. Sekolah itu kemudian dikenal sebagai Kweekschool Tanobato yang berdiri pada 1862.
Willem pun dikenal sebagai pengarang prosa dan puisi satiris. Karyanya terkumpul dalam buku Si Bulus Bulus Si Rumbuk Rumbuk (Lurus, Tulus, Mufakat). Pada zaman itu, buku ini dilarang terbit, bahkan dilarang untuk dibacakan. Pelarangan itu berbarengan dengan penangkapan pejuang kemerdekaan dari Tapanuli Selatan.
Namun, Willem berhasil menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi masyarakat Mandailing, terutama guru. Willem menginspirasi ide kebebasan, prinsip kemerdekaan.
Hal itu diawali dengan adanya kerinduan kemerdekaan rakyat Mandailing dari penjajah Belanda. Willem melihat bahwa untuk mengatasi keterjajahan adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsanya, yaitu rakyat Mandailing.
Willem kerap disebut sebagai man of thought, manusia berpikir, yang memberikan pencerahan tentang hak asasi. Perjuangan baginya tidak harus melalui perjuangan senjata, tetapi melalui penguasaan ilmu pengetahuan. Caranya ialah dengan mengader calon-calon guru lewat sekolah guru Kweekschool Tanobato yang ia dirikan, dia pimpin, dan dia buka pertama pada 1862.
Willem masuk keluar rumah warga masyarakat untuk membujuk dan mengajak anak-anak gadis Mandailing agar mau sekolah. Ini merupakan terobosan karena sangat tidak umum anak gadis sekolah pada zaman itu. Anak gadis biasanya hanya sebagai istri dan tukang masak bagi suami dan anak-anaknya.
Usaha gigih dan visioner Willem itu menjadikan Kweekschool Tanobato menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dia juga berhasil menunjukkan puncak budaya Mandailing yang telah membuka cakrawala kemajuan sebagai embrio induk kebangsaan dan etnis Mandailing.
Ki Hadjar Dewantara (1889-1959)
Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, tetapi kemudian mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia lahir pada 2 Mei, yang hari ini dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Karena jasa-jasanya, Ki Hadjar ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Dialah pendiri Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922.
Pada awalnya, Perguruan Taman Siswa diberi nama Nationaal Onderwijs Institut Taman Siswa. Akan tetapi, setelah Indonesia merdeka, namanya berubah menjadi Perguruan Kebangsaan Taman Siswa atau Perguruan Taman Siswa.