KOMPAS.com – Hasil pembelajaran untuk anak didik Indonesia masih belum juga memuaskan. Terakhir kali, dua tahun lalu, peringkat Indonesia dalam penguasaan remaja yang berusia 15 tahun terhadap keupayaan Sains, membaca, dan Matematika (PISA) masih bertengger di lapisan bawah.
Catatan Kompas, posisi Indonesia pada 2015 terangkat enam peringkat dibandingkan dengan tahun 2012. Ya, Indonesia cuma mampu naik ke peringkat 64 dari peringkat 71 pada 2012.
Kecenderungan itu juga yang terjadi pada bidang Matematika dan Sains versi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2015. Hasilnya tetap belum memuaskan.
Untuk pertama kalinya Indonesia ikut survei empat tahunan dalam menilai kemampuan Matematika dan Sains siswa kelas IV SD ini. Sebelumnya, survei tersebut hanya mengikut sertakan siswa kelas VIII.
Lagi-lagi Indonesia menclok di urutan bawah. Skor Matematika 397, menempatkan Indonesia di nomor 45 dari 50 negara. Pada bidang Sains, dengan skor 397, Indonesia di urutan ke-45 dari 48 negara. Kalau bernalar dengan menggunakan data tabel/grafik hanya 4 persen benar.
Toh, kita tak bisa menyalahkan sejumlah penilaian internasional itu, yang setidaknya "mencatat" bahwa pembelajaran siswa Indonesia di jenjang pendidikan dasar belum menggembirakan.
Tak bisa dimungkiri, imajinasi siswa tumpul akibat metode hafalan. Padahal, siswa Indonesia tidak kekurangan jam pelajaran. Bahkan, sebaliknya, "jam terbang" mereka di kelas lebih banyak ketimbang siswa di negara-negara maju.
Catatan Kompas pada 2015 lalu, per tahun siswa Indonesia memiliki 1.095 jam pelajaran. Bandingkan dengan Korea Selatan yang punya 903 jam pelajaran per tahun.
Sementara itu, Jepang memberlakukan 712 jam pelajaran per tahun, dan siswa dari Negeri Matahari Terbit ini menduduki peringkat papan atas dunia.
Eksplorasi siswa
Sejatinya, bukan lagi soal lamanya jam belajar di kelas yang perlu dijadikan catatan untuk siswa dan para pendidik. Pembelajaran bukan lagi sebuah proses yang muncul secara statis, searah dari guru ke murid, melainkan ada kesempatan dan ruang bagi siswa untuk mendalami, belajar dari pengalaman, mengeksplorasi tema-tema tertentu sehingga ilmu yang mereka dapatkan akan semakin utuh dan lengkap.
Harus ada pelengkap bagi guru atau pendidik sebagai pendesain ruang-ruang belajar siswa, sebagai partner bertanya, serta pembuka wawasan agar siswa berani memasuki dunia eksplorasi dan penjelajahan ilmu pengetahuan secara efektif yang bukan lagi hanya di ruang kelasnya.
Tempat rekreasi sekelas Ancol Taman Impian, misalnya, terus berbenah untuk ikut mengajak siswa lebih mengeksplorasi apa yang mereka dapatkan di kelas atau di sekolahnya. Karena memang, Ancol mengusung konsep edukasi sekaligus entertainment (edutainment).
"Dufan merupakan theme park di Indonesia sekaligus kawasan edutainment fisika," ujar Teuku Sahir Syahali, Direktur Rekreasi PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.
Hal itu dibuktikan Ancol Taman Impian dengan mengeluarkan kartu khusus untuk para pemenang Kompetisi Matematika Nalaria Realistik se-Indonesia 2017. Kartu itu dinamai Kartu Prestasi Ancol dan diberikan pada Sabtu (13/5/2017).