Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Sejarah Masih Terbelenggu

Kompas.com - 09/07/2010, 05:47 WIB

Ungkapan itu tampaknya juga berlaku bagi masyarakat Indonesia saat ini, yang akibat tarikan kepentingan tidak saja terpilah-pilah dalam ingatan sejarah, tetapi juga terpuruk akibat proses pemahaman yang usang.

engenal sejarah sangat penting, bukan saja karena dari sana orang belajar tak mengulang kesalahan yang sama, sekaligus menegaskan pijakan melangkah ke masa depan. Ungkapan George Santayana di atas menyiratkan pengenalan dan pemahaman sejarah yang benar berperan penting dalam pembentukan karakter suatu bangsa. Oleh karena itu, di belahan dunia mana pun, penanaman ingatan sejarah bangsa selalu menjadi bagian dari sistem pendidikan.

Corak pengajaran sejarah di sekolah dan penerimaan publik saat ini terekam dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas, minggu lalu. Dari opini responden tecermin pengakuan akan pentingnya peran pengajaran sejarah bagi peserta didik di tengah tidak jelasnya kebijakan pemerintah, kurikulum, metode pengajaran, dan sarana penunjang pendidikan sejarah.

Latar belakang responden yang menjawab pertanyaan dalam jajak pendapat ini umumnya mengaku pernah menerima pelajaran sejarah ketika bersekolah. Separuh lebih dari responden mengingat terakhir kali menerima pengajaran sejarah ketika mereka duduk di bangku SMA.

Bagaimana mereka melihat pelajaran sejarah saat ini? Hal pertama yang secara mencolok diapresiasi adalah peran pendidikan sejarah. Hampir seluruh responden (90,6 persen) setuju bahwa pembentukan karakter bangsa ditopang oleh pemberian pengajaran sejarah yang berkualitas di sekolah. Peran strategis pelajaran sejarah saat ini dipahami terutama sebagai cara untuk mengerti sejarah bangsa (39,8 persen), mengenang peristiwa masa lalu (22,4 persen), dan menanamkan jiwa kepahlawanan/ kebangsaan (17,9 persen).

Sayangnya, pembelajaran sejarah di sekolah kerap kali terkendala oleh stigma membosankan. Cap itu muncul setelah sekian lama anggapan bahwa sejarah adalah pelajaran yang ”kering”, tidak menarik, baik dari segi materi maupun metode belajar, dan ”tidak penting” di tengah berbagai perkembangan keilmuan teknologi dan tuntutan kepraktisan hidup saat ini.

Di mata responden, apresiasi bahwa pelajaran sejarah dibandingkan dengan pelajaran lain cenderung kurang seragam pula. Jika dibandingkan dengan ilmu sosial lainnya, ilmu sejarah cenderung dipandang sama penting dan lebih penting. Hanya 5 persen responden yang menilai kurang penting.

Namun, jika dibandingkan dengan pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA), proporsinya cenderung melemah. Oleh responden, pelajaran sejarah dianggap sama penting dengan IPA sebanyak 63,9 persen, lebih penting (17,1 persen), maupun yang dinilai kurang penting (16,5 persen).

Efektivitas pembelajaran

Kendala terbesar pembelajaran sejarah di sekolah, menurut publik, adalah kombinasi dari metode pembelajaran yang konvensional, tidak menarik dan guru/pendidik yang tidak terampil menerangkan sejarah secara menarik. Separuh responden (52, persen) menyatakan hal itu. Sebagian responden lainnya menilai pelajaran sejarah tak bisa diterapkan sebagai pengalaman/aktivitas sehari-hari/tidak relevan (12,3 persen), dan 17,6 persen lainnya lebih melihat soal kendala pendukung, termasuk buku- buku sejarah yang minim.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau