Dulu, gaji Sulit (29) terkuras untuk membeli tas. Majikannya, Yu Chin Fun (53), hanya bisa mengingatkan agar Sulit tidak menghamburkan uangnya. Hobi belanja Sulit terkikis setelah mengikuti kursus kewirausahaan.
”Ia sudah pandai akunting,” ujar Chin Fun yang mendukung upaya Sulit, ”sambal ikan belibis buatannya selalu habis karena enak sekali.”
Sulit bersama 49 temannya penata laksana rumah tangga (PRT) di Singapura, peserta kursus kewirausahaan Media Transformation Ministries (MTA) di Singapura bekerja sama dengan Universitas
”Proyek itu mencakup bisnisnya apa, kenapa dipilih, berapa investasinya, prospeknya bagaimana, melibatkan siapa. Kalau mau menjadi PRT, kualitas seperti apa yang hendak dicapai,” ujar Antonius Tanan, Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC)
PRT dengan kualitas seperti Sumarni Markasan (39), Ketua Himpunan Penata Laksana Rumah Tangga Indonesia Singapura, misalnya, membutuhkan keuletan. Sumarni ikut kursus tahun 1998 dan melanjutkan studi komputer setara S-1 pada Institut Informatika Singapura. Awal tahun 2000-an belum ada kursus dan pendidikan lanjutan untuk PRT yang diprakarsai pemerintah atau swasta.
Kemampuan berbahasa Inggris Sumarni di atas rata-rata. Suaranya tegas dan lantang. Kepalanya tegak saat berbicara. Keahlian di bidang komputer dan kemampuan berkomunikasi membuat posisi tawarnya kuat. ”Kerja PRT harus bermartabat,” tegasnya.
Di rumah majikannya, warga Finlandia, privasinya terjaga. Ia memegang kendali, bukan dikendalikan. Gajinya sekarang lebih dari dua kali gaji rata-rata PRT di Singapura. Sekali dua bulan ia pulang ke Kendal, Jawa Tengah, setahun sekali liburan ke Eropa.