Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjadi Tuan bagi Diri Sendiri, Mungkinkah?

Kompas.com - 10/10/2011, 02:35 WIB

Menurut Antonius, proyek final perencanaan bisnis terbaik adalah yang paling realistis dan paling inovatif. ”Banyak majikan ingin PRT-nya terbaik,” tambah Ruth, relawan pengajar.

Pelajaran paling awal dari kursus, seperti dijelaskan Sutedjo Tjahjadi (46), relawan pengajar yang juga direktur regional korporasi bidang teknologi informasi, adalah mengajak peserta membuat roadmap kehidupan sendiri, semacam perencanaan pascafase hidup sebagai TKW.

Subyek penting dalam kursus adalah bijak menggunakan uang (financial literacy). ”Tanpa financial literacy, uang akan menjadi jerat,” ujar Sutedjo, ”keterampilan kewirausahaan akan membimbing mereka menuju kebebasan finansial.”

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal mengamati banyak perempuan pekerja migran yang akhirnya menggantungkan hidup sebagai PRT di negeri orang karena uang yang dikirim digunakan tanpa perencanaan. ”Biasanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtif bahkan dipakai suami kawin lagi,” kata Fasli yang dihubungi di Jakarta, Jumat (23/9)

Kemajuan peserta kursus kewirausahaan sering tak terduga. Mereka mampu membuat presentasi dan berpidato dalam bahasa Inggris. Dalam perencanaan bisnis, mereka memasang target yang menurut Sutedjo, ”Kami tak akan seberani itu. Nyatanya mereka berhasil.”

Ketika ditemui Minggu (18/9) pagi dalam acara bazar memperingati HUT Kemerdekaan Ke-66 RI di halaman Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, para PRT menunjukkan sikap sebagai pemasar tangguh.

”Mereka tampak menginternalisasikan program di kelas,” ujar Sutedjo. Program itu mencakup kepercayaan diri, kreativitas, komunikasi, dan kesempatan melihat peluang bisnis. Atmosfer wirausaha dibangun dengan melibatkan para wirausaha sukses, seperti Sari Ayu Martha Tilaar dalam pelatihan.

Harapannya, sepulang dari bekerja sebagai PRT, mereka menjalani roadmap kehidupannya. ”Dan kualitasnya lebih baik,” ujar Fasli yang meyakini peran kewirausahaan untuk mempercepat kemajuan.

Struktural

Mengutip Dr David McClelland dari Harvard University, pendiri UCEC, Ciputra, mengatakan, kemajuan signifikan bisa dicapai kalau setidaknya 2 persen dari populasi adalah wirausaha inovatif, bukan sekadar dagang. Di Indonesia diperkirakan jumlahnya di bawah 400.000 atau sekitar 0,18 persen. Di Singapura sekitar 6 sampai 7 persen, AS sekitar 12 persen, Malaysia sekitar dua persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com