Dahlan Nariman, Vice Dean of Admission-Associate Professor Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), kepada Kompas.com mengatakan, bahwa perguruan tinggi harus sadar bahwa aset seseorang yang bertitel sarjana bukan saja terletak pada potensi akademiknya, namun juga soft skill yang dibangun secara bertahap dan bertujuan jelas.
"Di APU kami merancang career development program yang langsung diterapkan pada mahasiswa sejak tingkat pertama. Di tahun pertama mereka sudah kami latih untuk mengenal future goals mereka, diajak memulai perencanaan karir dan mengakumulasikan skil dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menuju ke situ," ujar Dahlan.
Kesiapan bahasa Jepang atau Career Japanese juga sangat disiapkan APU pada anak-anak didiknya. Meskipun dual language, Inggris dan Jepang, para siswa secara khusus diberikan Career Japanese I, II, dan III untuk mempelajari etos kerja orang Jepang, menulis resume, teknik wawancara kerja, mengadaptasi lingkungan kerja internasional, dan sebagainya.
Sementara itu, dukungan bagi mahasiswa untuk mempraktikkan non-skil mereka juga sangat difasilitasi agar masing-masing mahasiswa aktif berorganisasi atau mengikuti kegiatan kemahasiswaan di kampus. Sejauh ini, anak-anak Indonesia paling terkenal kreatif pada kegiatan Indonesia Week atau pekan Indonesia yang dilaksanakan setiap setahun sekali di APU.
"Mereka belajar, tinggal, dan bergaul sehari-hari dengan anak-anak asing atau pelajar internasional dari beragam negara. Situasi itu kami ciptakan agar mereka siap menghadapi kultur global yang beragam," kata Dahlan.
"Kalau di tengah kota, kultur yang kami ciptakan tentu berbeda. Nah, kampus kami ada di atas bukit yang jauh dari keramaian sehingga membuat mereka terisolir dan memaksa mereka membuka diri satu sama lain. Di sini mereka saling belajar mengelola konflik, mengatur waktu, membuat rencana dan sebagainya. Leadership muncul, kemampuan mengeksekusi terbangun, dan sebagainya terkait non-skil mereka. Sekali lagi, non-skil," tambahnya.
Menanggapi hal itu, alumnus Ritsumeikan APU, Dharma Mahdi Ramadhan, mengatakan bahwa hard skill sangat bisa dilatih, sedangkan soft skill atau karakter butuh waktu lama. Assistant Supervisor di waralaba Lawson Inc di Tokyo itu mengaku sepakat dengan Dahlan, bahwa perguruan tinggi harus menyediakan ruang bagi mahasiswa untuk membangun karakternya sendiri.
"Yang paling penting adalah bagaimana kami melihat besarnya dunia, itu yang kami dapatkan di APU saat kuliah dulu. Di sini kami belajar bersikap dan bergaul dalam lingkungan internasional sehari-hari, ikut bermacam kegiatan di dalamnya. Dari situ kami berpikir akan jadi apa, kira-kira cocok kerja di bidang apa, dan kita sebetulnya berbakat di sektor apa," ujar Dharma atau akrab disapa Rama ini.
Begitu lulus dan bekerja di perusahaan Jepang, tutur Rama, dia semakin memahami bahwa perusahaan Jepang melihat seorang SDM baru itu sebagai bibit. Mereka dididik dari awal akan jadi seperti apa kelak di perusahaan itu dan manfaatnya buat perusahaan.
"Lingkungan kampus yang terpencil di bukit membuat kami kreatif. Hiburan kita setiap hari adalah bertemu teman-teman di sekitar kita dari bermacam bangsa. Buat kami interaksi dengan mahasiswa lain itu adalah hiburan," ujar perempuan yang akrab disapa Jessi ini.
"Kampus itu menjadi wadah untuk belajar atau trial and error bergaul di kancah internasional, inilah pendidikan karakter yang sesungguhnya," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.