The most important day of a person's education is the first day of school, not Graduation Day.
Hari pertama sekolah adalah peristiwa penting bagi anak-anak. Begitu penting sehingga banyak yang mengingatnya sampai dewasa, termasuk saya.
Saat pertama memasuki Taman Kanak-kanak puluhan tahun lalu, saya termasuk yang enggan dan gentar memasuki masa sekolah. Saya takut anak-anak lain akan nakal kepada saya, gurunya galak, atau pelajarannya sulit.
Kekhawatiran saya barangkali beralasan. Saya termasuk anak yang jarang bergaul di luar lingkungan keluarga.
Saya juga termasuk anak kesayangan kakek-nenek yang selalu ada dalam perlindungan mereka. Ditambah saya kurang bisa berbahasa Indonesia saat itu, karena di rumah selalu memakai bahasa Jawa.
Maka hari pertama sekolah adalah hari yang ingin saya hindari, atau kalau bisa ditunda.
Ketika saatnya tiba, saya berangkat diantar Bapak yang sengaja izin masuk kerja lebih siang. Kami berjalan menuju halaman sekolah tempat anak-anak lain sudah berkumpul. Tangan saya tak lepas dari gandengan Bapak.
Saat guru-guru meminta anak-anak berbaris dan para orangtua diminta bergeser ke tepi, hati saya makin ciut. Tangisan beberapa anak lain yang tak ingin berpisah dari orangtuanya membuat ingin rasanya berlari ke gandengan Bapak dan pulang ke rumah.
Sorot ketakutan di mata saya sepertinya disadari Bapak. Hal yang kemudian membuat saya sedikit tenang adalah saat Bapak saya mendekati guru yang bertanggung jawab di kelas saya dan mengajaknya berbicara, sambil sesekali menengok ke arah saya, seolah mengatakan, “Itu anakku, tolong dijaga.”
Kehadiran Bapak di hari pertama sekolah itu seperti menegaskan bahwa telah terjadi pengertian antara pihak sekolah dengan Bapakku sehingga aku akan baik-baik saja.
Kejadian yang jauh berbeda saya alami bertahun-tahun kemudian saat saya mengantar anak sulung saya ke sekolah di hari pertama. Meski usianya lebih muda karena baru memasuki kelompok bermain, namun anak saya sangat antusias ingin sekolah.
Karena sekolahnya dekat, kami berjalan kaki menuju sekolah. Dengan celana kedodoran dan tas kebesaran, anak saya dengan riang menikmati perjalanan itu. Sungguh bertolak belakang dibanding saat saya pergi ke sekolah dahulu.
Sesampai di sekolah, dia juga langsung bergabung dengan teman-teman barunya dan tidak ragu mengajak ngobrol guru-gurunya. Bahkan ketika diajak bernyanyi bersama, dia maju ke depan dan meminta pengeras suara dari gurunya karena ingin bernyanyi sendiri.
Saya menduga rasa percaya dirinya menghadapi hari pertama sekolah karena kami memang membiasakan dia bergaul dengan semua orang dan selalu memberi gambaran bahwa sekolah itu menyenangkan.
Sebelumnya, kami juga selalu mengajak dia saat mendaftar maupun mengurus administrasi di sekolah. Selain itu, saya memperkenalkannya secara langsung kepada guru-gurunya sebelum dia resmi masuk agar dia tidak merasa terasing.